Most Recent

melakukan sesuatu yang sederhana bernilai luar biasa


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLzGM_zh51woW6sq6pEkd65jrptKXypwZM1u92Kj-EuPg-NtaUXBXKXQEuBRpnNz-9khrrIrJcG6Uxt7yJTKZhLgpxYHndDi9dPK1bjY5f5L47_kNSpXYTBpmhTJLmsqbSbue9QATMLo_u/s1600/hg.jpg
Surat ke : 103. 
Jumlah ayat : 3


Surat Al-Ashr Ayat 1
 Demi masa.
Surat Al-Ashr Ayat 2
 Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

Surat Al-Ashr Ayat 3
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati dengan kesabaran. 


saat tugas telah berahir dan yang akan ada hanya ke suntukan dan kebosanan yang melanda, ada abaiknya hal ini jangan di biarkan saja,  Jangan biarkan waktu yang mengatur anda, tapi lakukan apa yang sebaiknya dapat anda lakukan. hal ini akan sangat berguna untuk mencegah berbagai macam gangguan negatif terutama dari pikiran yang akan berakibat padamunculnya penyakit
bebeapa hal tersebut terkadang memamang sulit untuk di lakukan di karenakan sulitnya untuk memulai dan mudahnya timbul rasa bosan, hal ini lebih di kenal dengan istilah bosan. lalu berikut ini hal sederhana yang bermanfaat bagi kita semoga dapat kita terapkan di kehidupan kita sehari hari terutama saat waktu luang.

1. Bersih-Bersih

     terkadang rumah yang berantakan akan menambah kebosanan dan kejenuhan seseorang sehingga Pekerjaan terasa membosankan, salah satu cara beristirahatlah dari beban stres pekerjaan tersebut dengan merapikan atau membersihkan meja kerja Anda, jika sudah bersih bagaimana dengan file-file komputer Anda? Anda akan terkejut melihat bagaimana lingkungan yang rapi  dan meginspirasi sehingga dapat membantu Anda lebih produktif dalam beraktivitas.

2. Belajar dan Menambah Keahlian

       yang namanya belajar adalah salah satu cara paling produktif untuk menghabiskan waktu baik itu hanya dengan membaca atau pun dengan melakukan kegiatan atau yang lebih sering di dengar dengan ekperimen. karena Di dunia ini ada banyak sekali hal yang dapat dipelajari.seperti belajar pemograman, desain, menjahit, menulis novel, bisnis, bermain alat musik, dan banyak lainnya. yang dapat di peroleh dengan mudah di internet.

3. Olahraga.

         Sebagaimana sakit adalah salah satu hal terburuk yang dapat terjadi ke diri Anda, sangatlah penting untuk menjaga tubuh Anda dalam keadaan yang selalu fit. Alasan lainnya mengapa olahraga adalah hal yang sangat produktif adalah karena tidak hanya Anda menghabiskan waktu luang Anda untuk menjaga kondisi tubuh, Anda juga akan terlihat lebih atraktif dan percaya diri. karena sejatinya olahraga yang benar akan membawa berbagai manfaat bagi orang yang mengerjakannya dengan proporsi yang benar.

4. Memikirkan keagungan Allah.

hal ini dapat di lakukan untuk menenabgkanpikiran dan membuat diri kita lebih bersyukur, tapi percayalah bahwa ini adalah salah satu cara produktif menggunakan waktu luang Anda jika Anda sedang malas melakukan hal-hal lainnya. Yang dimaksud dengan memikirkan keagungan allah di sini adalah kehidupan Anda. Seperti contohnya melakukan introspeksi diri, memikirkan apa yang ingin Anda lakukan selanjutnya.

5. Memasak

Anda bisa memasak? Ini adalah salah satu cara terbaik untuk melepaskan beban pikiran pekerjaan Anda. Setiap orang tentunya harus makan, bukan? Lebih baik lagi jika Anda sudah mengetahui dari jauh-jauh hari masakan apa yang ingin Anda masak dan mempersiapkan semua bahannya. Jika tidak, maka mungkin perjalanan Anda ke swalayan terdekat dapat menjadi cara Anda untuk menghabiskan waktu.
Cari resep makanan yang Anda suka secara online, pasang musik di dapur, dan masaklah makanan sehat yang murah meriah. Tidak ada yang lebih menyegarkan dibandingkan beraktivitas atau bekerja lagi sesudah memakan makanan yang enak.

6. kerja sampingan

Proyek sampingan adalah cara mengagumkan bagi Anda untuk mempelajari keahlian baru, bahkan mungkin saja proyek tersebut dapat menjadi sumber penghasilan Anda ke depannya. Semua orang pasti ingin mengerjakan proyek sampingan, namun sayangnya alasan yang paling sering ditemui adalah tidak ada waktu. Cobalah gunakan saja 15 menit dari waktu luang Anda setiap kalinya, Anda akan kaget melihat seberapa banyak yang telah Anda kerjakan hanya dengan waktu 15 menit itu. Lebih bagus lagi jika project sampingan itu berbeda dari pekerjaan utama Anda.


7. Keluar dan Bersosialisasilah

Internet telah menyediakan banyak sekali sarana sosialisasi, dimulai dari jejaring sosial seperti Facebook hingga chat instan seperti BBM atau Line. namun ini saja tidak cukup, perlu Anda ketahui bahwa semua itu hanyalah kepalsuan semata. Cobalah letakkan semua teknologi yang mengontrol Anda, keluar, dan bersosialisasilah secara nyata mulai lah dengan tetanggaanda hal sederhana yang dapat mengubah semua. Hal paling sederhana adalah berkumpul bersama teman-teman Anda, atau jalan-jalanlah di taman bersama peliharaan Anda. Menikmati kehidupan di luar rumah Anda juga adalah salah satu bentuk produktif untuk menghabiskan waktu. karna terkadang kebanyakan orang paling malas untuk berinteraksi secara langsu dengan orang lain, terutama untuk berpergian, dan biar lebih bermanfaat cobalah untuk berkumpul di majelis

Unknown Jumat, 07 Oktober 2016
apa sebenarnya bulan muharram
          Muharram merupakan bulan yang sangat berpengaruh pada sejarah kehidupan umat Islam. Suatu bulan yang menjadi pembuka tahun dalam kalender Islam, Hijriyah. Suatu bulan yang penuh barokah dan rahmah, karena bermula dari bulan inilah –menurut dunia Islam- berlakunya segala kejadian alam ini. Bulan Muharram juga termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah dalam al Qur’an (Al Taubah: 36).
          Sehingga dapat di simpulkan bahwa bulan Muharam merupakan bulan yang menyimpan banyak sejarah kehidupan umat. Di mana pada bulan itu Allah SWT banyak menurunkan peristiwa yang patut dikenang bagi umat sebagai rasa syukur atas kenikmatan yang diberikan, karena peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bulan tersebut dapat memberikan banyak inspirasi bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.

         Terkadang timbul pertanyaan dalam benak kita, kenapa penetapan awal tahun dalam Islam berdasarkan hijrah Rasul Muhammad saw? Apakah karena dalam hijrah tadi terdapat sesuatu yang sangat urgen untuk dikenang? Bukankah selain hijrah masih ada beberapa peristiwa yang tidak kalah pentingnya dengan hijrah tadi? Seperti kelahiran atau wafat Rasul saw, peristiwa awal penerimaan wahyu, peristiwa Isra’ & Mi’raj yang mendatangkan perintah shalat wajib lima waktu, di mana hal itu merupakan tonggak atau tiang agama (Ashsholatu ‘imaduddin). Pun tak kalah pentingnya peristiwa penaklukan kota Mekah yang menjadi pusat persatuan dan kesatuan umat Islam, dan masih banyak lagi beberapa peristiwa lainnya yang berpengaruh pada eksistensi Islam di muka bumi ini. Namun, kenapa harus bersandar pada hijrah Rasul Muhammad saw kalender Islam itu ditetapkan?

 
             Tradisi penanggalan Hijriyah dirintis pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab RA. Pada waktu itu muncul wacana diperlukannya penanggalan yang baku dan seragam untuk berbagai urusan kenegaraan dan kemasyarakatan. Kemudian, muncullah berbagai usulan dari para Sahabat. Pada akhirnya disepakati bahwa peristiwa hijrah Nabi SAW, dari Makkah menuju Madinah dijadikan patokan dalam perhitungan awal tahun kelender Islam.

           Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M) pernah menerima surat dari Gubernurnya di Bashra Abu Musa Al Asy’ari yang menyebutkan pada awal suratnya berbunyi: “……menjawab surat Tuan yang tidak tertanggal…..”. Perkataan pendek yang tampaknya tidak begitu penting telah menarik perhatian Khalifah Umar, yaitu perlunya umat Islam mempunyai penanggalan yang pasti. Hingga akhirnya diadakan musyawarah khusus untuk menentukan kapan awal tahun baru Islam.

            Saat musyawarah yang dihadiri oleh para tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat itu, muncul beberapa usulan untuk menentukan kapan dimulainya tahun baru Islam. Di antara usulan tersebut terdapat pendapat yang mengatakan penanggalan Islam dihitung dari peristiwa penyerangan Abrahah terhadap Ka’bah, yang dikenal dengan sebutan “Amul Fiil” (tahun Gajah) dan itu sudah sering dipakai. Ada yang menyarankan penanggalan Islam dihitung dari turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW, di mana waktu itu beliau secara resmi dilantik oleh Allah SWT sebagai Nabi dan Rasul untuk seluruh umat. Ada juga yang mengusulkan penanggalan Islam dihitung dari wafatnya Rasululah saw, dengan alasan pada waktu itu diturunkan wahyu terakhir yang menegaskan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna. Dan ada pula yang berpendapat bahwa penanggalan Islam dihitung dari hijrahnya Rasullah saw dari Mekah ke Madinah, dengan alasan karena peristiwa itu merupakan pintu masuk kehidupan baru bagi Rasulullah SAW dan umatnya dari dunia kemusyrikan menuju dunia tauhid (Islam).

        Setelah lama musyawarah bersama dengan berbagai pendapat dan argumentasi masing-masing, akhirnya disepakati bahwa usulan terakhir itu yang diterima (penanggalan Islam dihitung dari hijrahnya Rasullah saw dari Mekah ke Madinah), yang kemudian diumumkan oleh khalifah bahwa tahun baru Islam dimulai dari Hijrah Rasulullah Ssw dari Makkah ke Madinah.

           Menariknya, meskipun awal bulan Muharram merupakan awal tahun bagi tahun Hijriyah, ternyata Muharram bukan awal permulaan hijrah Nabi SAW. Soalnya hijrah beliau jatuh pada permulaan bulan R. Awwal tahun ke-13 kenabian (14 Sept 622 M), bukan pada awal Muharram. Sedangkan antara permulaan hijrah Nabi Saw dan permulaan kalender Islam (Muharram) sesungguhnya terdapat jarak sekitar antara 62-64 hari, dan antara keduanya terdapat bulan Shafar.

             Dalam kitab tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan R. Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Adapun penetapan Bulan Muharram sebagai awal tahun baru dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah para sahabat nabi SAW pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra saat mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan R. Awal sebagai awal tahun dan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. 

            Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan bahwa pada bulan itu telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah ke Madinah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah (ikrar penduduk Madinah yang datang ke Mekah untuk masuk Islam). Di mana saat ada 75 orang Madinah yang ikut baiat untuk siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, jika beliau datang ke Madinah di kemudian hari. Dengan adanya bai’at ini, Rasulullah SAW pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Quraisy senantiasa mengintai beliau. 

            Betapa besar dan berat perjuangan Rasul SAW waktu itu hingga setiap datang tanggal 1 Muharram, ingatan kita terlukis kembali pada puncak perjuangan beliau SAW 14 abad silam. Suatu perjuangan untuk membebaskan kaum muslimin dari kezaliman dan tindakan sewenang-wenang yang menimpa mereka dikarenakan tindakan orang-orang kafir tersebut semakin hari semakin meningkat pada taraf yang sangat membahayakan masa depan Islam dan kaum muslim. Dengan izin Allah SWT, Rasulullah SAW beserta para sahabatnya yang setia, akhirnya meninggalkan tanah kelahirannya yang tercinta Makkah Al-Mukarramah untuk pindah ke negeri yang baru yaitu Yastrib (Madinah). Perpindahan beliau dari Makkah ke Yastrib inilah yang disebut “hijrah”, dan oleh Khalifah Umar bin Khattab dijadikan momentum dan starting point, pangkal tolok perjalanan sejarah Islam, dengan ucapannya: “Hijrah itu memisahkan antara yang hak dengan yang batil, karena itu jadikanlah catatan sejarah”.

          Sementara dalam bulan Muharram, lebih-lebih tanggal 10 Muharram, yang disebut ‘Asyura, atau bulan Suro (sebutan Jawa) banyak menitiskan peristiwa bersejarah pada kita, kususnya apa yang pernah dialami oleh para Nabi dan Rasul Allah. Di mana pada hari itu merupakan “hari pertolongan” bagi para Nabi. Dalam sejarahnya, pada hari itu terdapat beberapa peristiwa besar yang sangat berpengaruh dalam sejarah eksistensi agama Tauhid (Islam), antaranya:
  1. Nabi Adam bertaubat kepada Allah dan dipertemukan dengan isterinya, Siti Hawa di Padang Arafah (Jabal Rahmah).
  2. Nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit.
  3. Nabi Nuh diselamatkan Allah SWT dari perahunya setelah bumi ditenggelamkan selama enam bulan.
  4. Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud.
  5. Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara.
  6. Penglihatan Nabi Ya’kub yang kabur dipulihkan Allah kembali.
  7. Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritanya.
  8. Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40 hari 40 malam.
  9. Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa as.
  10. Nabi Musa AS menyeberangi laut merah menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun.
  11. Nabi Sulaiman dikaruniai Allah kerajaan yang besar.
  12. Nabi Ayub sembuh dari sakitnya yang kronis.
  13. Nabi Muhammad SAW lepas dari racun orang-orang Yahudi.
  14. Terbunuhnya cucu Nabi Muhammad, Husain Ibn Aly ra. di bukit Karbala.
          Pada tanggal ini pula, ummat Islam zaman dahulu diwajibkan berpuasa sebelum adanya perintah wajib puasa Ramadhan. Namun setelah turunnya perintah puasa Ramadhan, maka puasa pada tanggal 10 Muharram menjadi sunnah. Sebagaimana dalam satu riwayat disebutkan bahwa: “Rasulullah menyuruh kita berpuasa Asyura pada tanggal 10 Muharram”. (HR Tirmidzi).

        Kemudian di hadits lain Rasulullah SAW meringankan puasa ‘Asyura menjadi sunnah dengan sabdanya: “Barangsiapa yang ingin puasa Asyura, maka berpuasalah dan barangsiapa yang ingin tidak berpuasa, silakan meninggalkannya”. (Al-Hadits). Karena peristiwa bersejarah yang cukup banyak terjadi pada 10 Muharram ini, maka tanggal ini dianggap sebagai tanggal yang penting. begitulah kurang lebihnya sejarah singkat atau histori dari di tentukanya hari raya atau hari tahun baru islam

Unknown Jumat, 30 September 2016
cara cepat belajar membaca alqur'an
"BELAJAR AL-QUR'AN SULIT” 
APA PENYEBABNYA !!! 
Oleh: Dr. H. Fuad Thohari, MA


Meragukan Otentisitas Al-Qur'an

        Problematika mendasar  tidak adanya  sinkronisasi antara kemampuan umat Islam membaca Al-Qur'an  dengan pemahaman dan pengamalannya, bisa jadi karena mereka masih skeptis terhadap otentisitas Al-Qur'an. Semenjak 14 abad lalu, Allah menantang siapa saja yang merasa skeptis terhadap otentisitas Al-Qur'an, atau  menganggapnya bukan wahyu tetapi buatan Nabi Muhammad saw yang ummi. Tantangan itu diajukan  tiga kali selama periode Makah; mulai tantangan membuat semisal Al-Qur'an  (Q.S. At-Thur, 52:33-34), 10 surat (Hud, 11:13), dan terakhir hanya    satu (1) surat terpendek (Yunus, 10:38). Setelah Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah, tantangan itu diajukan kembali (Al-Baqarah, 2:23). Ternyata tidak satupun yang sanggup memenuhi tantangan, padahal saat itu banyak sastrawan handal.

           Memang, keseluruhan Al-Qur'an merupakan mukjizat Allah. Tidak satupun informasi, statemen,  dan komentarnya yang menyimpang dari fakta sosiologis-historis, medis, maupun seintifik. Belum lagi keindahan dan keseimbangan redaksinya yang begitu mengagumkan.
Dari segi sosiologis-historis, otentisitas informasi Al-Qur'an pernah diuji dengan memberikan informasi mendahului zamannya. Yakni  ketika terjadi perang dua negara adi kuasa pada tahun 614 M, antara  Persia --penyembah api--  versus Rumawi yang beragama Nasrani, dan berakhir tragis dengan kemenangan Persia.  Ketika itu kaum musyrik Makah mengejek umat Islam yang cenderung mengharapkan kemenangan Rumawi karena sama-sama beragama samawi. Kekecewaan umat Islam bertambah dengan ejekan itu.  Tidak lama kemudian turunlah  surat Ar-Rum, 30:1-5 menghibur umat Islam dengan menginformasikan dua hal.  Pertama, dalam  jeda 3-9 tahun kemudian –diredaksikan Al-Qur’an; bidh’i sinin— perang akan terulang dan dimenangkan Rumawi;  kedua, saat kemengan itu umat Islam akan bergembira --bukan saja karena kemenangan Rumawi— tetapi kemenangan yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Di sinilah otentisitas informasi Al-Qur'an  diuji dan terbukti akurat dengan menetapkan angka pasti kemenangan   Romawi   di saat kekalahannya, 8 tahun berikutnya tepatnya 622 M. Suatu hal yang absurd dan tidak mungkin diinformasikan kecuali atas kuasa Allah yang maha mengetahui. Apa yang terjadi jika dalam jeda 3-9 tahun tidak ada peperangan, atau terjadi perang dan Romawi kalah lagi? Pasti sejak hari itu  Al-Qur'an  dicampakkan, karena validitas informasinya dianggap tidak akurat.
Di bidang medis misalnya, bagaimana Al-Qur'an menginformasikan  tahap penciptaan manusia begitu  detail, Q.S. Al-Mukminun, 23:12-14) sbb.:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Prof. E. Keith Moore --ilmuan terkemuka di bidang anatomi dan embriologi, penerima Grant Award (JCB) tahun 1984 di bidang anatomi, dan Dekan luar biasa                 di Universitas Toronto  Kanada--  heran dan kagum luar biasa, bagaimana Nabi Muhammad saw. 14 abad lalu dapat menerangkan  embrio dan fase perkembangannya begitu detail dan akurat, padahal ilmuan baru mengetahuinya 30 tahun lalu? Informasi  ini  pasti sampai kepada Nabi Muhammad saw. dari Allah, karena hampir semua pengetahuan tersebut   belum diketahui sampai berabad-abad sesudahnya. Pendapat senada dikemukakan Dr.G.C. Goeringer, profesor embriologi medis universitas  Georgetown, Washington D.C.. Dan masih banyak lagi temuan ilmiah kontemporer yang terbukti tidak berseberangan dengan Al-Qur'an.  (Lihat, Thi Is The TruthCompiled By Dr. A.M. Rehaili, p. 13-24).
Tidak kalah menariknya, keserasian dan keindahan redaksi Al-Qur'an bisa dilacak secara  sistematis dengan perangkat komputer. Rasyad Khalifah, Ph.D. (alm.)     --imam masjid Tucson Amerika dan  pakar Biokimia dari Arizona-- adalah penemu rahasia keteraturan bilangan dalam Al-Qur'an ketika akan menterjemahkannya  dalam bahasa Inggris tahun 1968. Berawal dari rasa penasaran  untuk menemukan makna  konkret setiap  penggalan inisial (ahruf al-muqattha’ah)  di awal 29 surat   Al-Qur'an. Pelacakan di mulai dari huruf: Qaf, Shad, dan Nun sampai akhirnya penelitian itu bermuara pada angka 19 sebagai common denominatort. Ilustrasinya, Basmalah terdiri 19 huruf, dan setiap penggalan katanya merupakan perkalian 19. Kata  ism terulang      19 (19 x 1), Allah disebut 2698 (19 x 142), rahman terulang 57  (19 x 3), rahim disebut 114 (19 x 6), dan masih ratusan fakta keajaiban lain. Mengapa angka 19 yang menjadi kunci? Tidak lain, tema sentral  Al-Qur'an  adalah keesaan Allah, wahid. Kalau rahasia angka 19 ini dikembalikan kepada  huruf arab yang dipakai untuk menunjukkan bilangan  (sebelum mereka memakai  angka arab yang dikenal dalam ilmu hitung sekarang dengan rumus: huruf alif = angka 1,  ba’ = 2,  jim = 3, dal = 4,  ha’ = 5,        wau =  6, zai = 7,  ha’ = 8,  tha = 9,  ya’ = 10, kaf = 11, dst.),  ternyata angka 19 ditulis dengan rangkain akronim  wahid (harf  wau = angka 6, alif= 1, ha’= 8. dan dal= 4).  Dengan demikian, misteri angka 19  dalam Al-Qur'an  yang baru diketemukan dengan komputer itu  berarti  wahid,  keesaan Allah swt.
Temuan  rahasia angka 19 dalam Al-Qur'an  ini telah dipublikasikan dalam majalah Scientific American bulan September 1980 dan dalam bukunya, The Computer Speaks: God’s Message to the World (1981) dan  Qur’an: Visual Presentation of the Miracle (1982).
Selain itu, Abd. al-Razaq Naufal mendapatkan temuan lain kaitannya dengan keseimbangan  redaksi Al-Qur'an, antara lain; a) keseimbangan kuantitas kata dengan antonimnya, b) keseimbangan kuantitas kata dengan sinonim atau makna yang dikandungnya, c) keseimbangan kuantitas kata dengan kata yang menunjuk akibatnya, dll. Ilustrasinya, lihat Tabel I berikut.
Tabel I

ILUSTRASI KESEIMBANGAN  REDAKSI AL-QUR'AN
a. Kata vs Antonimnya b. Kata vs Sinonimnya c. Kata vs Kata Akibatnya
No.
Kata
Antonim
Jml
Kata
Sinonim
Jml
Sebab
Akibat
Jml
1. Al-Hayat
Hidup
Al-Maut
Mati
145
Al-Harts
Bajak
Az-Zira’ah
Bertani
14
Al-Harb
Perang
Al-Asra
Tawanan
6
2. An-Naf’u
Manfaat
Al-Fasad
Kerusakan
50
Al-‘Aqlu
Akal
An-Nur
Cahaya
49
Al-Lisan
Mulut
Al-Mau’idlah
Petuah
25
3. As-Shalihat
Kebajikan
As-Sayyiat
Keburukan
167
Al-jahru
Nyata
Al-‘Alaniah
Nyata
16
Az-Zakat
Zakat
Al-Barakah
Berkah
32
4. Al-Iman
Iman
Al-Kufru
Kufur
17
Al-Malakut
Malaikat
Ruh  Qudus
Ruh Qudus
4
Al-Kafirun
Ingkar
An-Nar
Neraka
154
5. Ad-Dunya
Dunia
Al-Akhirat
Akhirat
115
As-Syajar
Pohon
An-Nabat
Tumbuhan
26
Al-Bukhl
Kikir
Al-Hasrah
Rugi
12
6. Rajul
Laki-laki
Imra’ah
Wanita
24
Al-Bir
Baik
Al-Tsawab
Pahala
20
At-Thayibat
Baik
As-Salam
Damai
50
7. Al-Har
Panas
Al-Bard
Dingin
4
As-sihru
Sihir
Al-fitnah
Cobaan
60
Al-Infaq
Infaq
Al-Ridla
Rela
73

Di samping itu, ada keseimbangan khusus lainnya dalam Al-Qur'an, misalnya:  kata   as-sa’ah yang didahului harf disebut 24 kali, sebanyak hitungan jam dalam sehari-semalam; kata yaum (singular) terulang 365 kali, persis jumlah hari dalam tahun syamsiah;  kata yaumani (tatsniah / double) dan ayam (jama’ / plural)  disebut 30 kali, sejumlah hari dalam satu bulan;  kata syahrun terulang dua belas kali persis jumlah bulan dalam setahun,  dsb. Temuan Naufal ini telah dipublikasikan dalam karyanya,     Al-I’jaz al-‘Adadi  li Al-Qur'an al-Karim (Kemukjizatan dari Segi Bilangan dalam      Al-Qur'an) terdiri 3 jilid.
Walaupun masih menyisakan polemik, antara pro dan kontra, temuan investigasi Rasyad Khalifah dan Abd. Razaq Naufal ini tentu bukan kebetulan semata dan bahkan semakin mengukuhkan  bukti otentisitas Al-Qur'an  yang validitasnya dijamin  Allah sampai akhir nanti, sebagaimana dinyatakan  dalam surat   Al-Hijr, 15:9; sbb.:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
Persepsi  Bahasa Arab Sulit
Problematika  ke dua penyebab tidak adanya  sinkronisasi antara kemampuan umat Islam membaca Al-Qur'an  dengan kualitas pemahamannya, bisa jadi karena persepsi mereka, “Bahasa Arab sulit dipelajari, demikian halnya mangkaji Al-Qur'an  yang berbahasa Arab”
Dalam konteks keindonesiaan, dalih semacam ini bisa jadi benar karena mereka dilahirkan dengan latar  budaya, etnis, dan bahasa ibu yang berbeda. Sejak lahir sampai usia sekolah, umumnya mereka lebih banyak berkomunikasi dengan bahasa daerahnya. Misalnya, saudara kita yang lahir di Aceh, berkomunikasi dengan bahasa Aceh; dari Sulawesi  berbahasa Makasar; dari Kalimantan berbahasa Banjar; dari Jawa berbahasa Jawa, dan begitu seterusnya. Di bangku sekolah dan  dalam transaksi publik lainnya, tentu saja bahasa Indonesia yang dominan dijadikan sebagai bahasa pengantar. Bahasa Arab hanya digunakan kelompok minoritas; kaum santri dan elitis mahasiswa                 di  fakultas tertentu. Jadilah bahasa Arab sebagai barang langka dan hanya menjadi media komunikasi  kelompok kecil, sehingga timbul persepsi: bahasa Arab sulit.
Hanya perlu diingat, Allah menurunkan Al-Qur'an berbahasa Arab sebagai kitab petunjuk  agar dipahami (Q.S. Yusuf,12:2; Az-Zukhruf, 43:3). Dengan nada serius Allah  menjamin   Al-Qur'an   mudah  dikaji  tanpa  diskriminatif.  Semua  orang tanpa pandang
suku, ras, dan bahasa pasti bisa menyerap  Al-Qur'an. Hal ini sudah diperhitungkan Allah, sebagaimana dinyatakan empat (4)  kali dalam firmannya (Q.S. Al-Qomar, 54:17, 22, 32,  40) sbb.:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran”?
Sekali lagi, kemudahan yang dijanjikan Allah swt. tidak diskriminatif; diberikan kepada siapapun dan di manapun. Pada dasarnya, makhluk yang bernama manusia  pasti mampu berbahasa Arab. Sebab pedoman dan juklak  hidupnya adalah Al-Qur'an  yang berbahasa Arab, bukan kitab lain (Q.S. Al-Baqarah, 2:185). Pertanyaannya, mau nggak mengkaji  Al-Qur'an, fahal min muddakir?

Melecehkan Al-Qur'an?
Alternatif ke tiga penyebab tidak adanya  sinkronisasi antara kemampuan umat Islam membaca Al-Qur'an  dengan kualitas pemahamannya, mungkin karena alasan tidak ada waktu atau tidak sempat karena seabrek kesibukannya. Inilah alasan klasik yang seringkali dilontarkan  oknum pejabat, pengusaha, birokrat, dsb.
Kalau ada yang mengklaim tidak ada waktu untuk mengkaji Al-Qur'an, tidak sempat, dan waktu sudah habis untuk bekerja, padahal sebelum makan pagi sudah khatam membaca setumpuk koran, tengah hari masih sempat melihat telenovela, sorenya melalap habis beberapa judul komik,  habis maghrib nongkrong di depan TV sampai larurt malam, bahkan siaran langsung pertandingan bola menjelang subuhpun ditunggu. Itu artinya terang-terangan mengingkari nikmat Allah.  Bagaimana tidak,  mengapa giliran  Al-Qur'an yang sejak lahir diklaim sebagai juklak kehidupannya  malah tidak  disentuh, dibaca, dikaji, dan disepelekan sedemikian rupa? Ini sama saja  melecehkan  Al-Qur'an dan tanpa sadar telah menyulut api azab dan sanksi dunia-akhirat: pertama, diberikan kehidupan yang sempit; rizki dicabut, hati menjadi ciut; stres, tidak tentram, dsb., dan kedua, di akhirat nanti digiring dalam kondisi  buta (Q.S. Thoha, 20:124-126).

Menakar Kajian  Al-Qur'an:  Tawaran Metode Efektif
Dewasa ini fenomena religiositas masyarakat Indonesia semakin mengemuka. Kajian Al-Qur'an   tidak sekedar menarik perhatian akademisi atau elitis tertentu, tetapi juga menyita perhatian masyarakat awam (populis) yang akhir-akhir ini merasa terbelenggu pelbagai kecenderungan materialisme dan nihilisme modern. Mereka membutuhkan siraman  Al-Qur'an yang bisa memuaskan akal budinya, menentramkan jiwanya, memulihkan kepercayaan dirinya yang nyaris punah  akibat dorongan kehidupan materialistis dalam pelbagai konflik idiologis.
Dalam realitasnya, banyak metode mengkaji Al-Qur'an  yang ditawarkan, mulai metode: Iqra’, Al-Barqi, Buraq, Qiraati, dll. Bagi  pemula, metode di atas  cukup mudah dan  teruji efektifitasnya terutama untuk target lancar membaca Al-Qur'an.
Hanya saja, rasa-rasanya fenomena antusiasme masyarakat tersebut perlu ditingkatkan; dari sekedar mengejar target  lancar membaca Al-Qur'an ke arah substansi pemahaman yang baik dan memadai. Karena komitmen untuk merealisasikan ajaran Al-Qur'an   dalam perilaku keseharian  sulit (baca: mustahil) terwujud tanpa itu. Ada beberapa lembaga Islam yang menawarkan  program pemahaman Al-Qur'an yang terbukti efektif dan efisien, misalnya: Terjemah  Al-Qur'an  Sistem 40 Jam Masjid Istiqlal Jakarta, Sistem Granada, dsb.
Peringatan Nuzul Al-Qur'an tahun 1430 H.  kali ini jangan sekedar seremonial kosong, tetapi harus dijadikan   komitmen  bersama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bacaan Al-Qur'an, pemahaman, dan merealisasikannya dalam perilaku  keseharian, baik sebagai individu, bermasyarakat, maupun bernegara.

Unknown Rabu, 28 September 2016
Pembaharuan di dunia Islam


BAB I
PENDAHULUAN


  1. LATAR BELAKANG
Setelah islam mengalami kekalahan dalam perang salib, banyak yang terjadi kemunduran pada umat islam. Perubahan besar pun terjadi pada Barat dari segala aspek, mulai dari ilmu pengetahuan hingga sistem kemiliteran. Barat dan islam menjadi dua sisi yang berlawanan karena masing-masing  memiliki dua perbedaan mencolok. Barat mengambil komponen-komponen penting dalam islam, tanpa meninggalkan sisa sedikitpun. Terbukti dengan pembakaran perpustakaan-perpustakaan islam dan perampasan buku-buku ilmu pengetahuan, hingga akhirnya islam memasuki era kegelapan. Umat muslim sedikit demi sedikit tersingkirkan dari pergerakan zaman, sampai pada akhirnya umat muslim;sebagian dari mereka namun tidak semua, merasa bahwa hal yang terjadi pada islam ini berupa kemunduran dan masa kegelapan haruslah diakhiri.
Umat islam pun melakukan semacam ‘Renaisance’. Tapi bagi umat islam, tidak hanya ilmu yang dikedepankan, namun juga dari segi keagamaan yang tentunya orang Barat tidak punya. Perlahan-lahan umat islam mulai meneliti faktor-faktor kemunduran dan komponen apa saja yang harus diperbaiki untuk kembali pada masa yang cerah. Satu persatu muncul tokoh-tokoh berpendidikan dari umat islam, mulai dari Jamaluddin Al-Afghani, Hasan Al-Banna, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, sampai pada Sayyid ‘Amir Ali. Masing-masing dari mereka melakukan remedi atau perbaikan pada hampir seluruh komponen yang dapat membantu kembalinya kejayaan umat islam. Seperti membentuk organisasi yang berlandaskan keislaman untuk memperjelas tujuan umat muslim dalam berjuang melawan Barat dan racun-racunnya.
Hingga pada masa kini dampak dari pergerakan mereka masih tercermin dalam organisasi-organisasi islam yang bergerak untuk membela islam dan membangun generasi islam. Namun pembahasan pada makalah ini lebih pada ide-ide dan pembaharuan yang dilakukan pada pembaharu tersebut, juga apa sumbangan nyata yang mereka berikan dan dapat kami manfaatkan hingga sekarang.

B. RUMUSAN MASALAH
                  Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Bagaiman terjadinya Pembaharuan di dunia Islam ?
2.      Siapa Tokoh-tokoh Pembaharuan di dunia Islam ?
3.      Kapan Era Kebangkitan Islam ?
4.      Kapan Era Kejayaan Islam ?
5.      Bagaimana Dinamika gerakan pembaharuan islam ?

C.TUJUAN
Dalam penulisan makalah ini didapatkan suatu tujuan yaitu :
1.      Memahami  terjadinya Pembaharuan di dunia islam
2.      Mengetahui tokoh-tokoh Pembaharuan di dunia islam
3.      Mengetahui kapan era kebangkitan islam
4.      Mengetahui era kejayaan islam
5.      Memahami dinamika gerakan pembaharuan islam


BAB II
PEMBAHASAN


A.   Pembaharuan di dunia Islam
Pengertian Pembaharuan dalam Islam
Secara etimologi, kata ‘pembaruan’ dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah tajdîd, memiliki makna antara lain; proses, cara, perbuatan membarui. Sedangkan menurut Harun Nasution pembaharuan merupakan arti dari  at-Tajdid dalam bahasa Arab sebagai perkembangan modernisme yang terjadi di dunia Barat akibat perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sehingga pembaharuan dapat dilihat dari  kata  modernism. Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Latar Belakang terjadinya Pembaharuan di dunia Islam yaitu
1.      Paham tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
2.      Sifat jumud membuat umat islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat islam maju dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama umat islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad maka mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
3.      Umat islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran islam. Karena itulah, bangkit suatu gerakan pembaharuan.
4.      Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia islam dan barat. Dengan adanya kontak ini mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan barat. Terutama sekali saat terjadinya peperangan antara kerajaan ustmani dengan kerajaan eropa, yang biasanya tentara kerajaan utsmani selalu menang dalam peperangan dan pada akhirnya mengalami kekalahan ditangan barat. Hal ini membuat pembesar-pembesar utsmani menyelidiki rahasia kekuatan militer eropa yang baru muncul. Ternyata rahasianya adalah kekuatan militer modern yang dimiliki eropa sehingga pembaharuan juga dipusatkan pada bidang militer.
                                                                                                                             
5.      Pembahuran dalam islam berbeda dengan renainsans Barat. Kalau renainsans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan islam sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran agama islam. Islam bukan hanya mengajak maju ke depan untuk melawan segala kebodohan dan kemajuan islam itu sendiri. 
Pembaharuan Islam di Indonesia

Pada awal abad ke-20, ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan melalui media publikasi dan korespondensi mereka berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua India.
Ide-ide pembaharuan Islam dari luar yang masuk ke Indonesia dengan demikian dapat dibaca berlangsung secara berproses setidaknya melalui 3 (tiga) jalur:

1.  Jalur haji dan mukim, yakni tradisi (pemuka) umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Sehingga ketika mereka kembali ke tanah air, kualitas keilmuan dan pengamalan keagamaan mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide baru yang mereka peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi pemikiran dan dakwah mereka di tanah air

2.      Jalur publikasi, yakni berupa jurnal atau majalah-majalah yang memuat ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan Mesir maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut kemudian menarik muslim nusantara untuk mentransliterasikannya ke dalam bahasa lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas Melayu di Singapura. Di Sumatera Barat juga terbit al-Munir yang sebagian materinya disadur K.H. Ahmad Dahlan kedalam bahasa Jawa agar mudah dikonsumsi anggota masyarakat yang hanya menguasai bahasa ini

3.      Peran mahasiswa yang sempat menimba ilmu di Timur-Tengah. Menurut Achmad Jainuri, para pemimpin gerakan pembaharuan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah alumni pendidikan Mekah.

Secara umum kelahiran dan perkembangan pembaharuan Islam di Indonesia merupakan wujud respon terhadap kemunduran Islam sebagai agama karena praktek-praktek penyimpangan, keterbelakangan para pemeluknya dan adanya invansi politik, kultural dan intelektual dari dunia Barat.
Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidaklah muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa gerakan nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20 diusung sebagiannya oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya melalui kendaraan gerakan yang berdasar atau berafiliasi ideologis pada Islam. Sejarah menunjukkan bahwa Islam ternyata hanya menjadi salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis muslim di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi penghayatan religius dan artikulasi perjuangan sosial-politik di masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat mereka untuk bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai ujud kepeduliannya.

            Dengan kian massifnya kiprah gerakan pembaharuan Islam di Indonesia di tengah-tengah masyarakat, secara umum pada awal abad ke-20 M tersebut, corak gerakan keagamaan Islam di Indonesia dapat dipetakan dengan meminjam sebagai berikut: (1) Tradisionalis-konservatis, yakni mereka yang menolak kecenderungan westernisasi (pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang secara pemahaman dan pengamalan melestarikan tradisi-tradisi yang bercorak lokal. Pendukung kelompok ini rata-rata dari kalangan ulama, tarekat dan penduduk pedesaan; (2) Reformis-modernis, yakni mereka menegaskan relevansi Islam untuk semua lapangan kehidupan baik privat maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman; (3) Radikal-puritan, seraya sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman, mereka enggan memakai kecenderungan kaum modernis dalam memanfaatkan ide-ide Barat. Mereka lebih percaya pada penafsiran yang disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga mengkritik pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis. Sebagai pengayaan, menarik jika tipologi ini dikomparasikan dengan kasus gerakan Islam yang berkembang di Turki.

B.   Tokoh-tokoh Pembaharuan di dunia Islam
1.Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (1263-1350)
Ide Pembaharuanya
Kerangka dasar pemikiran Ibnu Taimiyah adalah menunjukkan bahwa Islam dan pembaharuan Islam memerlukan suatu cara, yaitu jalan tengah dan sintetik (buatan). Pada kenyataannya, jalan tengah harus dipadukan dengan perkembangan dalam Islam yang bermacam-macam tersebut dengan tetap berpegang pada ajaran pokok Islam yang termaktub dalam al Qur’an dan Sunnah yang murni, yang tidak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing.





Adapun ide-ide pembaharuan Ibnu Taimayah adalan sebagai berikut :
Pertama, melakukan kritik dengan cara yang jauh lebih tajam dan ketat dibanding apa yang telah dilakukan oleh imam gazali.
Kedua, menegakkan dalil dan bukti berdasarkan akidah, hukum dan kaidah-kaidah islam dengan sseirama dengan apa yang dilakukan Imam Al Gazali, dan bahkan bila dilihat apa yang dikemukakan Imam Al Gazali benyak sekali mempergunakan istilah-istilah logika.
Ketiga, Ibnu Taimiyah tidak saja menolak segala bentuk taqlid buta, melainkan lebih dari itu.
Keempat, memerangi bid’ah, taqlid, kemajuan berfikir, kesesatan aqidah, dan dekadensi moral.
      Ijtihad dalam islam memegang peran yang sangat besar karena hanya dengan prinsip inilah islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan perkembangan dan kemajuan yang bersinambungan didalam syari

2. Muhammad bin abdul wahab
Seruan da'wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada manhâj Islam yang benar sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama. Yang paling menonjol ialah upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata dan kesetiaan untuk selalu mentaati Allah serta Rasulullah SAW. Ia sangat antusias dalam melakukan hal-hal sebagai berikut :
Menanamkan Tauhid secara mendalam dan membasmi syirik serta berbagai macam bid'ah.
Menegakkan kewajiban-kewajiban agama dan syi'ar-syi'arnya, seperti shalat, jihad dan amar ma'ruf  nahi mungkar.
keadilan di bidang hukum dan lainnya.
Mendirikan masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid, sunah, persatuan, kemuliaan,         perdamaian dan keadilan.
Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau yang telah terpengaruh oleh da'wah dan seruannya. Gambaran tersebut nampak jelas di wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Arab Saudi sebagai pengibar bendera gerakan reformasi pada tiga abad periode. Setiap negara yang terjangkau oleh gerakan ini akan kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi, perdamaian dan kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah di dalam firmanNya yang artinya,
"Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa, yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan" (QS. Al-Hajj:40-41).



3.Jamaluddin Al Afghani 
dengan usahanya mendirikan perkumpulan “Urwatul Wusqo”. Pemikirannya : Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Pintu ijtihad masih terbuka, kemunduran Islam karena meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Paham qadha dan kadar dirusak oleh  paham fatalisme yang membawa umat Islam pada keadaan statis, lemahnya rasa persaudaraan umat Islam.

     4.Muhammad Abduh
Dengan pemikirannya bahwa, kemunduran-kemunduran disebabkan oleh  paham jumud di kalangan umat Islam yaitu keadaan membeku, statis, tidak ada perubahan, dan juga masuknya bid’ah dalam Islam yang membuat umat Islam lupa akan ajaran Islam yang sebenarnya, pintu ijtihad perlu dibuka kembali, memerangi taklid, merubah cara pandang/faham jumud/fatalisme menjadi faham dinamika (kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan).

      5.Rasyid Ridha
Dengan usahanya menerbitkan majalah “ Al Manar” yang bertujuan mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul, bid’ah, menghilangkan paham fatalisme. Pemikirannya bahwa umat Islam mundur sebab tidak mengamalkan ajaran yang sebenarnya. Perlu dihidupkan paham jihad, persatuan umat Islam, ijtihad.

       6.Sayyid Ahmad Khan
Dengan pandangan bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman, harus menghargai kekuatan akal, menentang paham fatalisme, menolak taklid, pendidikan merupakan satu-satunya jalan bagi umat Islam India untuk mencapai kemajuan.
Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada akhirnya kedalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya.Di tahun 1876 ia dirikan sekolah Inggris di Muradabad.
Di tahun 1879 ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan ummat Islam India

7. K.H Ahmad Dahlan
            Pemikiran Ahmad Dahlan
  1. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Perbuatan ini ditentang olen masyarakat, bahkan Kanjeng Kiai Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya. Lalu ia membangun Langgar sendiri di miringkan arah Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng Kiai Penghulu turun ­tangan dengan memerintahkan untuk merobohkannya. K.H. Ahmad Dahlan hampir putus asa karena peristiwa-peristiwa tersebut sehingga ia ingin meninggalkan kota kelahirannya. Tetapi saudaranya menghalangi maksudnya dengan membangunkan langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan pengetahuan agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Peristiwa demi peristiwa tersebut rupanya menjadi cikal-bakal pergulatan antara pikiran-pikiran baru yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan pikiran-pikiran yang sudah mentradisi.
  2. Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena masyarakat belum siap dengan sesuatu yang dianggap “berbeda” dari tradisi yang ada, juga karena ia belum punya wadah untuk menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan mengubah arah Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa yang diyakini.
    Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap selama dua tahun. Bahkan ia pernah mengunjungi observatorium di Lembang untuk menanyakan cara menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan. Perjuangannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920-an masjid-masjid di Jawa Barat banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat ­laut. Dan menurut catatan sejarah, Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi, menerima penentuan jatuhnya hari Raya ‘Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan oleh Kesultanan berdasarkan perhitungan (petungan) Aboge.
  3. Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan. Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat te­robosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui per­kumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggo­ta-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor­-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berha­rap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-seko1ah pemerintah. Rupanya, pe­lajaran dan cara mengajar agama yang di­berikan. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ah­mad Dahlan membuka sendiri sekolah se­cara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi yang bersi­fat permanen.
  4. Gerakan Pembaruan Ahmad Dahlan Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat zamannya mempunai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan Qur’aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur’an dengan penafsiran yang sesuai dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis. Kemudian dia mengeliminasi upacara selametan karena merupakan perbuatan bid’ah dan juga pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan meminta restu dari roh orang yang meninggal karena akan membawa kemusyrikan (penyekutuan Tuhan). Mengenai tahlil dan talqin, menurutnya, hal itu merupakan upacara mengada-ada (bid’ah). Ia juga menentang kepercavaan pada jimat yang sering dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah pedesaan, yang menurutnya akan mengakibatkan kemusyrikan.
C.     Era Kebangkitan dan Kejayaan Islam

1.      Era kebangkitan islam

    Akhir abad XIX Masehi adalah dimulainya era kebangkitan Islam. Era kebangkitan Islam ini memiliki dua aspek penting, yaitu:
Pertama, periode tersebut ditandai banyak perkembangan baru dalam pemikiran Islam. Penyebab utamanya adalah kontak yang semakin intensif pada beberapa kasus bahkan berupa benturan fisik antara dunia Islam dan peradaban Barat. Gagasan seperti "kemodernan" serta "modernisme", "westernisasi" atau pembaratan, dan "sekularisme" menjadi objek utama perhatian para pemikir Muslim. Demikian luasnya penyebaran gagasan baru itu sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa pemikiran baru Islam lahir dari keinginan menanggapinya.
Kedua, sejak awal perkembangan Islam, ilmu berdasarkan pengamatan, wahyu, atau renungan para sufi sebagai induk ilmu pengetahuan selalu mendapatkan perhatian para pemikir muslim. Bertemu dengan kecenderungan di atas, perhatian tersebut mengambil bentuk tanggapan terhadap perkembangan pesat ilmu pengetahuan modern di dunia Barat, yang dianggap tidak berinduk pada suatu ilmu yang benar. Tanggapan itu, karena lebih merupakan reaksi dari pada usaha atas prakarsa sendiri, pada diri beberapa pemikir dan aliran pemikiran merupakan penyempitan wilayah wacana tentang ilmu dan ilmu pengetahuan dibandingkan dengan periode sebelumnya, khususnya masa awal perkembangan intelektual Islam

2.      Era Kejayaan Islam

Seperti perabadan lain, Islam juga mengalami beberapa periode dalam sejarah. Ada satu periode dimana Islam bisa menunjukan eksistensinya di Eropa bahkan dunia. Periode tersebut terjadi pada saat para filsuf, ilmuwan, dan insinyur muslim bisa memberikan banyak konstribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan. Mereka melakukannya baik dengan menjaga tradisi yang telah ada maupun dengan menciptakan penemuan-penemuannya sendiri.
Sebaliknya, bangsa Eropa waktu itu justru sedang berada di zaman kegelapan (dark ages), dimana dominasi gereja sangatlah besar sehingga setiap kebenaran (ilmu pengetahuan) harus sesuai dengan paham gereja. Apabila ada yang menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan gereja, maka akan mendapatkan hukuman bahkan sampai dibunuh. Hal tersebut menyebabkan terisolasinya ilmu pengetahuan dari manusia. Padahal sekitar tahun 300 SM, peradaban Eropa sudah dibangun sedemikian rupa oleh bangsa Yunani dan Romawi. Ilmuan-ilmuan Yunani mengembangkan filsafat, sementara orang Romawi mengembangkan birokrat.
Ketika Eropa sedang berada dalam masa kegelapan, masyarakat Islam justru mengalami kemajuan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Mereka mengambil ilmu-ilmu yang ada di Yunani dan Romawi kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab. Selain itu, perkembangan Islam juga dihubungkan dengan letak geografis. Sebelum Islam datang, kota Mekah merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab, Nabi Muhammad SAW sendiri juga berasal dari golongan pedagang. Tradisi Ziarah Mekah membuat kota itu menjadi pusat pertukaran gagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh para pedagang muslim dalam jalur perdagangan Afrika-Arab dan Asia-Arab sangat besar dan penting. Hal tersebut membuat peradaban Islam tumbuh, berkembang dan meluas dengan berdasarkan perekonomian dagangnya.

Pernyataan-Pernyataan dari Para Cendikiawan Barat
Selama 500 tahun Islam telah menguasai dunia dengan kekuatan, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi (Jacques C. Reister). Maka dari itu, cukup beralasan jika kita mengatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’nya, Barat bukanlah apa-apa (Montgomery Watt).

Ada berita yang menarik, sumbangsih peradaban Islam terhadap dunia, termasuk dunia Barat, juga diakui oleh Presiden Amerika Serikat saat ini, Barack Obama. Hal itu terungkap saat dia berpidato tanggal 5 Juli 2009. Dia menyatakan bahwa peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali (Renaissance) dan era Pencerahan (Enlightenment) di Eropa. Ilmuan Islamlah yang mengembangkan rumus aljabar, kompas magnet dan alat navigasi, keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan, dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya.

D. Dinamika Gerakan Pembahruan Islam

Gerakan pembaharuan Islam memang pertama kali muncul pada abad modern. Meskipun demikian, sebelum masa modern ini keinginan untuk melakukan pembaharuan sebenarnya bukan sama sekali tidak ada. Di Arab Saudi keinginan itu dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792) gerakan yang sejarah Islam dikenal dengan Wahabiyah ini, dilatarbelakangi oleh faktor interen kaum muslim, yaitu faham tauhid kaum awam yang pada waktu itu telah rusak oleh syirik dan bid’ah. Berkat bantuan oleh seorang kepala suku, Muhammad Ibn Su’ud (w.1765), gerakan ini memetik sukses gemilang. Kelak ibn Su’ud mendirikan kerajaan dengan menjadikan wahabi sebagai mazhab resmi negara. Selain pemurnian, Abd Wahab juga melontarkan pendapat tentang terbukanya pintu ijtihad dan boleh dilakukan oleh siapa saja asal bersandar kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Bagai bola salju, pendapat ini terus bergulir kewilayah Islam lainnya, bahkan terus berkembang dan berkumandang hingga hari ini.
Gerakan wahhabi ini selanjutnya disusul oleh gerakan-gerakan lain di afrika. Gerakan di Afrika ini pada umumnya bersifat sufistik. Meski demikian, bukan berarti sama sekali tanpa implikasi politik. Gerakan-gerakan ini bahkan berhasil mendirikan negara-negara Islam. Di antara para pemimpinnya yang terkenal adalah Usman bin Fonjo (1754-1817) di Negeria, Muhammad Ali al-Sanusi (1787) di Libya, dan muhammad Ahmas bin Abdullah (1843-1885) di Sudan, gerakannya dikenal; dengan sebutan “Mahdiyah”.
Gerakan-gerakan pra modern telah mewariskan kepada Islam modern suatu interpretasi ideologis terhadap Islam dan metode-metode gerakan serta organisasi. Kalau gerakan pramodern ini dipicu oleh masalah-masalah intern umat Islam, maka pada tahap berikutnya gerakan pembaharuan Islam lebih di dorong oleh sejumlah faktor eksternal. Antara lain, ancaman politik dari Barat atas Islam, religiokultural, dan kolonialisme.
Tanggapan para tokoh pembaharu di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terhadap dampak Barat terhadap masyarakat muslim terwujud dalam usaha yang sungguh-sunguh untuk menginterpretasi Islam dalam menghadapi perubahan kehidupan. Mereka menekankan sikap dinamis, luwes, dan adabtatif yang menjadi ciri kemajuan Islam pada zaman klasik (650-1250). Yang terutama mendapat tekanan khusus mereka adalah bidang hukum, pendidikan, sains. Selain itu mereka juga menekankan pembaharuan internal melalui reinterpretasi (ijtihad) dan adabtasi secara selektif (Islamisasi) ide-ide dan teknologi Barat. Dari sinilah kemudian dikenal konsep-konsep Barat seperti demokrasi, hak asasi, nasionalisme, dan sebagainya. Pembaharuan dalam Islam pada hakekatnya merupakan usaha kritik diri dari perjuangan untuk menegaskan bahwa Islam selalu relevan menghadapi situasi-situasi baru yang dihadapi oleh masyarakat Islam.
 Dalam gerakan kebangkitan kembali itu terlihat pula kemajuan pembangunan ekonomi yang sedikit demi sedikit menanjak maju di kalngan negara-negara Islam. Bangsa-bangsa Arab di kawasan Timur Tengah dengan kekayaan minyaknya semakin memperlihatkan getaran-getaran kemajuan. Negara-negara Arab ini sempat membuat resah negara-negara industri Barat dengan politik “embargi minyak”-nya ketaika terjadi perang Arab-Israil di tahun 1970-an. Embargo minyak oleh negara-negara Arab ini telah mencemaskan negara-negara Barat bagi kelangsungan hidup industri-industri merekaSekarang ini, pada dekade 2000-an negara Pakistan dan Iran, juga menggetarkan negara Eropa dan Barat dengan program teknologi nuklirnya.
Tercapainya kemerdekaan politik dan berkembangnya kesadaran nasional di kalangan umat Islam disertai satu renaissance kebudayaan. Umat Islam menoleh kembali kepada sejarah kejayaan mereka di zaman lampau untuk menemukan kembali identitas mereka, serta mendapatkan bimbingan hidup dalam menghadapi keadaan dan persoalan-persoalan yang serba sulit dan berat dalam dunia medern sekarang. Setelah mereka kehilangan vitalitas selama beberapa abad sampai sekarang, Islam sekali lagi menempuh masa kebangkitannya. Umat Islam yang berjumlah 1/7 atau lebih dari jumlah penduduk dunia, setiap hari meningkat baik dalam jumlahnya atau pun dalam kekayaannya dan nilai kedudukannya.
Vilatitas baru di kalangan umat Islam ini juga membawa kebangkitan dalam arti religius [keagamaan] di antara mereka sendiri. Di tengah-tengah mereka mengalami kemerosotan dari dalam dan menghadapi tekanan-tekanan dari luar, mereka berusaha memurnikan dan memuliahkan segi-segi penting dari ajaran agama yang mereka warisi. Islam telah mencapai dinamika baru dan merupakan suatu kekuatan utama yang mendorong umat Islam untuk memperoleh kedudukan lebih baik di dunia ini


BAB II
PENUTUP

A.                KESIMPULAN
“Islam adalah agama yang mencakup  berbagai macam aspek, baik itu ekonomi, politik, budaya, ibadah, dan lain-lain.” Inilah ungkapan yang Jamaluddin Al-Afghani  tegaskan dalam pemikiran dan gagasannya. Bila memandang Islam dalam konteks kekinian, rasanya memang perjuangan atau usaha yang dilakukan oleh para tokoh pembaharu islam belum sempurna. Perjuangan dan usaha mereka kami analogikan sebagai sebuah ajang lari estafet, mereka—para tokoh pembaharu islam—berlari dan membawa tongkat estafet kemajuan islam dengan susah payah dan penuh perjuangan agar sampai kepada kita—umat saat ini—dengan harapan besar kita mampu melanjutkan tongkat estafet tersebut sampai pada generasi selanjutnya hingga akhir  zaman. Namun, potret umat islam saat ini bisa dikatakan amat menyedihkan dari segi keilmuan dan persatuan. Umat islam saat ini tidak lagi dinamis, dan seperti tidak memiliki pendirian. Hal ini terlihat dari mudahnya umat islam terprovokasi oleh oknum-oknum tertentu yang tak bertanggung jawab.Hal ini menunjukkan kesadaran umat islam untuk melanjutkan tongkat estafet kemajuan itu masih belum maksimal.
Semoga dengan hadirnya kajian(studi tokoh) ini kita semakin menyadari kondisi islam yang masih terpuruk saat ini dan harapan besar kami adalah munculnya jiwa dan semangat Al-Afghani,  Muhammad Iqbal, dan lain-lain yang mampu kembali meneruskan tongkat estafet perjuangan itu dan menanggalkan seluruh pengaruh barat pada islam yang merupakan hambatan bagi umat islam untuk maju. Amien.








DAFTAR PUSTAKA

     Asmuni, Drs. H. M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan (Dirasah Islamiah III), Rajawali Pers: Jakarta, 2001
     Rahman, Fazlur, Kebangkitan dan Pembaharuan di dalam Islam, Penerbit Pustaka: Bandung, 2001
     Sucipto, Hery, Ensiklopedi Tokoh Islam;Dari Abu Bakr  sampai Nashr dan Qardawi, Hikmah Kelompok Mizan:Bandung, 2003














Unknown Minggu, 25 September 2016