Gereja Amerika yang Berubah Jadi Masjid
LANGKAH komunitas muslim Indonesia membeli gereja First Church
di Georgia Av, Silver Spring, Maryland dan mengubahnya menjadi
masjid, sebenarnya bukan hal baru di Amerika. Sebelumnya komunitas
muslim negara-negara Afrika Timur juga melakukan hal yang sama. Mereka
membeli sebuah gereja tua St. John di negara bagian Minnesota untuk
kemudian dirubah menjadi masjid. Gereja itu dijual dengan alasan yang
sama, karena ditelantarkan jemaahnya.
Geraja St. John Minnesota resmi ditutup pada Juli 2013 karena
dianggap tidak lagi memiliki jumlah jemaah yang memadai. Menurut George
Welzbacher, 86 tahun, pengurus sekaligus pendeta di gereja itu,
awalnya St. John memiliki jemaat hingga 1.400 keluarga. Tapi dalam
beberapa tahun belakangan jumlah itu berkurang hingga 152 keluarga.
Akibatnya sumbangan operasional gereja juga berkurang.
Berbagai upaya telah dilakukan Keuskupan Agung Minnesota untuk
mempertahankan gereja itu, termasuk memerintahkan Gereja St Pascal
Baylon yang tidak jauh dari lokasi itu, untuk mengambilalih St.John.
Tapi operasional pengelolaan St. John tetap tidak teratasi sehingga
gereja itu sempat berhutang hingga $900 ribu kepada pihak ketiga.
Situasi ini yang memaksa pihak gereja menjual bangunan tersebut.
Tidak dijelaskan berapa harga jual bangunan tua itu. Namun pihak gereja
memastikan kalau hasil penjualan itu lebih dari cukup untuk membayar
semua utang-utang serta membayar gaji pekerja dan pendeta yang belum
dibayar.
Gereja St. John merupakan bangunan tua bersejarah yang telah berusia
127 tahun. Luas bangunannya mencapai 1800 m², lengkap dengan ruangan
belajar dan kamar para staf. Ketika jemaatnya masih banyak, gereja itu
juga membuka kelas untuk sekolah dengan memanfaatkan gedung belakang
yang cukup besar. Setelah jemaatnya menyusut, semua ruangan itu tidka
lagi terurus sehingga kotor dan berantakan.
Kaum muslim Afrika Timur membeli bangunan itu tidak hanya dijadikan
sebagai masjid, tapi juga sebagai pusat kebudayaan Islam yang
diberinama Darul Ulum Islamic Center. Sejak beroperasi Juli 2014 lalu,
Darul Ulum Islamic Center kini menjadi pusat kebudayaan Islam terbesar
di negara bagian Minnesota.
Mirip dengan pembelian Gereja St John Minnesota, komunitas muslim
New York yang bergabung dalam The Northside Learning Center pada akhir
2013 juga membeli sebuah gereja khatolik Holy Trinity di Syracuse, New
York untuk dijadikan sebagai masjid. Masjid itu kemudian diberi nama
Masjid Isa Ibn Maryam atau dalam bahasa Inggris disebut Mosque of Jesus the Son of Mary.
Kisah pembelian gereja bersejarah itu juga diawali kekecewaan pihak
gereja karena menyusutnya jumlah jemaatnya. Penyusutan itu ada yang
disebabkan karena banyaknya warga yang berpindah ke pinggiran kota,
tapi ada juga karena beralihnya kepercayaan para jemaat ke agama lain.
Belakangan terungkap kalau sebagian besar dari jemaat gereja itu banyak
yang memilih menjadi ateis alias tidak punya agama atau tidak percaya
lagi dengan tuhan.
Karena ditinggal para jemaatnya, praktis sejak 2012 tidak ada lagi
aktivitas keagamaan di gereja itu. Akibatnya bangunan bersejarah itu
menjadi terlantar. Sejumlah atapnya bocor dan nyaris semua ruangan tidak
terurus dengan baik. The Northside Learning Center – sebuah organisasi
non profit yang banyak membantu para imigran – kemudian menyewa
bangunan itu untuk dijadikan sebagai pusat kegiatan sosial.
The Northside Learning Center adalah sebuah organisasi yang didirikan
warga muslim Amerika untuk membantu para imigran di wilayah Syracuse.
Mereka tidak hanya memberi pelatihan bahasa Inggris kepada para imigran,
tapi juga mencarikan sumbangan untuk membantu para imigran dalam
berasimilasi dengan masyarakat Amerika lainnya.
Dalam lima tahun terakhir, wilayah Syracuse memang cukup banyak
menampung para imigran yang datang dari sejumlah negara konflik. Yang
menarik, sebanyak 75 persen dari imigran di wilayah itu adalah muslim.
Mereka berasal dari Irak, Iran, Syria, Somalia, Bosnia, Albania,
Nigeria dan lainnya.
Pada akhir tahun 2013, The Northside Learning Center akhirnya resmi
membeli gereja itu untuk kemudian dijadikan sebagai masjid dan pusat
kebudayaan Islam di wilayah Syracuse. Pembelian telah mendapat izin
dari Dewan Perlindungan Sejarah Syracuse. Pimpinan The Northside
Learning Center juga mengaku sudah mendapatkan izin untuk mencopot
simbol-simbol Kristen yang ada di dalam gereja itu.
"Karena gereja itu akan jadi masjid, salib bukanlah simbol yang tepat
untuk melambangkan agama Islam," katanya. Masjid Isa Ibn Maryam resmi
menjalankan aktivitas ibadah Islam sejak Juni 2014 lalu setelah
dilakukan sejumlah renovasi di bagian gedung bekas gereja itu. Pada
Ramadhan yang lalu, aktivitas ibadah cukup meriah di masjid itu. Ada
pula beberapa muallaf Amerika yang memilih mengucapkan syahadat di
masjid itu.
Pengambilalihan gereja untuk diubah menjadi masjid tampaknya
merupakan tren yang mulai berkembang di Amerika. Ini adalah cara mudah
untuk mendirikan rumah ibadah bagi kaum muslim, mengingat betapa
sulitnya mendapatkan izin mendirikan rumah ibadah di negara itu. Dengan
membeli gereja, maka tidak perlu lagi mengurus izin sebab gereja sudah
memiliki izin sebagai tempat ibadah.
Inipula yang menjadi pertimbangan komunitas muslim Indonesia di
Amerika untuk membeli Gereja First Church di Georgio Ave, Silver
Spring, Maryland. Sebelumnya warga Indonesia di negeri itu telah
berkali-kali meminta izin untuk mendirikan masjid di kawasan Washington
atau Maryland, tapi selalu saja ditolak karena alasan mengganggu
ketentraman masyarakat.
Kini setelah hadirnya masjid di Maryland, maka komunitas muslim
Indonesia telah memiliki masjid sebagai pusat silaturrahmi umat Islam
di negara bagian itu. Harga pembelian gereja itu mencapai $3 juta yang
dananya berasal dari hibah pemerintah Indonesia. Masjid Maryland
rencananya akan diresmikan Presiden SBY pada 26 September mendatang.sekaligus merupakan masjid Indonesia pertama di Amerika.
Indonesia bukanlah negara pertama yang mendirikan masjid di Amerika.
Beberapa negara Islam di wilayah Asia juga memberi dukungan kepada
warganya untuk membangun masjid di sejumlah negara bagian Amerika
Serikat. Yang paling fenomenal adalah Turki, yang membangun sebuah
masjid kolosal di wilayah Lanham, Maryland pada awal 2012. Jika tidak
ada aral melintang, Oktober ini masjid kolosal tersebut akan diresmikan
oleh Perdana Menteri Tayyip Erdogan.
Disebut kolosal, sebab proyek masjid itu dibangun di atas lahan
seluas enam hektar yang menelan biaya $100 juta atau sekitar Rp 11
triliun ( dengan kurs Rp 11 ribu/ dolar). Masjid itu dibangun dengan
gaya arsitektur khas Turki ala kerajaan Ottoman abad 16. Daya
tampungnya mencapai 750 jemaah dan merupakan masjid terbesar di Amerika.
Tidak hanya masjid saja yang dibangun di lahan tersebut, tapi juga
sejumlah sarana lainnya, seperti Gedung Pusat Bahasa Turki, Pusat
Sejarah Turki, Lembaga Pertukaran Budaya, sarana rekreasi, olahraga
dan kesehatan, pendidikan pemberdayaan untuk perempuan, pusat
perdagangan Turki – Amerika serta kegiatan sosial lainnya. Pemerintah
Turki menamakan gedung tersebut sebagai The Turkish American Culture and Civilization Center.
Kehadiran masjid Turki dan masjid-masjid lainnya di sejumlah negara bagian Amerika ini menjadi sesuatu yang paradok dengan isu Islamophobia (anti
Islam) yang mencuat sejak tragedy 11 September 2001. Bukannya
tersingkirkan, malah sejak mencuatnya aksi teror yang menghancurkan
gedung kembar New York itu, justru agama Islam kian berkembang di
Amerika.
Data yang dilansir Faith Communities Today (FACT) – sebuah
organisasi keagamaan di Amerika – menyebutkan jumlah masjid di negara
itu bertambah drastis sejak kasus 11 September. Pada 2001 hanya ada
sekitar 1.209 masjid tersebar di Amerika Serikat. Namun pada 2014
jumlah itu meningkat hingga 2150 unit atau bertambah hingga 80 persen.
Lima negara bagian dengan pertumbuhan masjid terbesar di Amerika adalah
New York sebanyak 257 unit, disusul California 246 unit, Texas 166
unit, Florida 118 unit, dan Illinois 109 unit.
Islam merupakan agama keempat terbesar di Amerika setelah Kristen,
Khatolik dan Yahudi. Dari sekitar 316 juta penduduk Amerika, 2, 8
persen adalah muslim.
Tidak ada komentar