mengenal kepribadian KH.Ahmad Dahlan



BAB I
Pendahuluan

A.   Latar Belakang Masalah
     
B.   Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengenal Kehidupan dan Kepribadian KH.Ahmad Dahlan
2.      Memahami Kepeloporan dan Amalan Pembaharuan KH. Ahmad Dahlan
3.      Memahami Pemikiran Pembaharuan KH.Ahmad Dahlan
4.      Memahami Dalam Segi Pendekatan Kultural

C.   Metode Penulisan
      Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama.
Bab I berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan , dan metode penulisan makalah ini.
Bab II merupakan bagian yang berisi penjelasan tentang membahas materi/pokok bahasan.
Bab III merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan .








BAB II
PEMBAHASAN
A.   Kehidupan dan Kepribadian
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
                 Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.

Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.
 Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati.

            Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu - sekarang dikenal dengan nama Pramuka - dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.
Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman.
Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang diajarkannya.
Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Melihat metoda pembaruan KH Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan um’mat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.
Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan ide-ide pembaruan Kiai Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat perkembangan Islam dunia ketika itu. Para sarjana dan pengarang dari Timur maupun Barat sangat memfokuskan perhatian pada Muhammadiyah. Nama Kiai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia
Dalam kancah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya merupakan saham yang sangat besar bagi Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.
Kiai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.
Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961.

B.     Kepeloporan dan Amalan Pembaharuan
Menurut Kalender masehi, dimana  KH. Ahmad Dahlan Artikel Baru Segala keterbatasannya Yang mewarnai Kehidupan Bangsa Yang Masih terjajah namun mampu menunjukkan kepeloporan Yang Maksimal untuk perbaikan Bangsa Artikel Baru mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai Sarana dakwah Islam Yang berkemajuan. KH. Ahmad Dahlan begitu tergugah melihat realita Kehidupan 'masyarakat khususnya Dalam, menjalankan ritual Agama Islamnya Yang tidak murni Lagi bahkan didominasi   Oleh kemusyrikan sehingga semakin JAUH bahasa Dari kebenaaran, Sedang disisi sosial kemasyarakatan diwarnai kemiskinan Yang Ulasan Sangat Parah, diskriminasi Yang semakin tidak Berdaya, kebodohan Yang semakin mencelakakan Dan ketidak adilan Yang semakin Semena-mena. 
Meski dakwahnya Penuh Artikel Baru perlawanan Dan hinaan tidak menghalangi untuk melakukan Peran kepeloporan, KARENA Severe tidak segera dilakukan Akan semakin memperparah ketelantaran Dan buramnya Cahaya Islam dimasyarakat. Berbagai cacian disikapi Artikel Baru keteladanan Dalam, beramal Yang berdampak Langsung * Bagi Kehidupan 'masyarakat, sehingga banyak perubahan, mereka terlantar Yang disantuni, mereka arogan Yang dilakukan dialog Yang mengagumkan, sehingga Yang semula Lawan akhirnya menjadi kawan seperjuangan Dalam, Wadah Persyarikatan Muhammadiyah.
Peran kepeloporan inisial sehingga Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 657 tanggal 27 Desember Tahun 196, menganugerahkan KH. Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional Atas kiprah monumentalnya Dalam, hal 1) Pelopor kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagi Bangsa Yang terjajah, 2) Organisasi Muhammadiyah Yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam Yang murni kepada bangsanya, 3) Organisasi Muhammadiyah telah memelopori amal sosial Pratama Afiliasi Dan Pendidikan Yang Amat diperlukan   Bangsa, 4) Organisasi Muhammadiyah BAGIAN Wanita atau Aisyiyah telah memelopori kebangunan Wanita Bangsa Indonesia untuk mengecap Pendidikan Dan berfungsi sosial, setingkat Artikel Baru kaum Pria. Dan Atas Perjuangan Nyai Walidah sehingga beliau diangkat sebagai Pahlawan JUGA KARENA Nasional Peran kepeloporan Dalam, memberdayakan Wanita.
·         Amalan Pembaharu
salah seorang tokoh pembaharu Islam di Indonesia yang berfaham Wahabi dengan alibi bahwa fiqih kaum Muhamadiyah, organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan mirip dengan mereka. Memang, kaum Muhammadiyin saat ini melaksanakan shalat dengan tanpa membaca “Usholi”. Shalat Shubuh dengan tidak memakai doa qunut, anti ziarah kubur, tahlilan dan menjauhi segala macam praktek agama Islam yang menurut mereka mengandung TBC (Takhayul, Bid'ah dan Churafat). Selama puluhan tahun semenjak berdirinya Muhammadiyah dianggap sebagai representasi dari golongan Islam modernis di Indonesia dan merupakan rival serta antitesis dari golongan Islam
tradisional NU, Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari.
            Dan memang benar bahwa KH. Ahmad Dahlan sangat akrab dengan ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dari majalah al-Manar. Dan saat berada di Mekkah beliau seperti para pelajar asal Indonesia lainnya juga ramai mendiskusikan bagaimana cara agar negeri asal mereka segera lekas merdeka dari belenggu penjajahan kolonialis Belanda. Keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani semakin memperparah keadaan umat Islam di negeri-negeri terjajah dan memaksa banyak orang berfikiran maju seperti KH. Ahmad Dahlan harus mencari solusi atas permasalahan yang ada.
            Dan ide-ide modernisasi pendidikan, ekonomi, sosial dan kesadaran politik yang dipropagandakan oleh Abduh dan Ridha sedikit memberi gambaran apa langkah yang harus dia lakukan. Maka terbentuklah pemikiran seorang Ahmad Dahlan dari sini, sosok seorang santri dan Kiyai Jawa yang besar di daerah yang juga kental budaya Jawa dan pengajaran Islamnya di daerah Kauman Jogjakarta Hadiningrat yang terbuka matanya.
            Dari dalam dirinya lahirlah kesadaran bahwa umat saat itu perlu mengejar ketinggalan-ketinggalan mereka, atau mau tak mau akan tergilas oleh perubahan zaman dan tetap tunduk di bawah kaki penjajahan Belanda. Belum lagi saat itu misi Zending yang diback-up penuh oleh pemerintah kolonial Belanda gencar sekali melakukan misi pemurtadannya terhadap rakyat di daerah-daerah di pulau Jawa. Hal ini tentu saja merisaukan dirinya sebagai seorang ulama dan pejuang kemerdekaan karena ternyata umat saat itu tak hanya terjajah fisik dan mentalnya namun juga akidahnya.
Sementara kehidupan beragama masyarakat saat itupun semakin tak jelas, kekakuan sikap sebagian besar kalangan Islam tradisional pesantren saat itu tidak memberi solusi apapun atas keadaan yang terjadi waktu itu baginya. Maka diapun membuka dirinya terhadap hal-hal yang baru bahkan tabu bagi sebagian besar kalangan kiyai Jawa saat itu. Yang pertama kali dia lakukan saat itu adalah membangun sebuah madrasah sekolah diniyah yang menggunakan metode pengajaran Barat yang mengkombinasikan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum diajarkan di sekolah-sekolah resmi Belanda saat itu, seperti bahasa Inggris dan ilmu bumi.

Kemudian dia juga tak segan bergabung dengan organisasi modern pribumi pertama saat itu yaitu Boedi Oetomo. Padahal kalangan kiyai dan pesantren saat itu menganggap Boedi Oetomo adalah perkumpulan berbasis sekuler-kejawen yang tentunya kurang pantas dimasuki oleh seorang kiyai seperti Ahmad Dahlan. Belakangan saat Syarekat Islam, sebuah organisasi massa modern Islam pertama di Indonesia terbentuk, KH. Ahmad dahlan pun ikut bergabung di sana. Dan yang terakhir dia bergabung pula dengan Jami'at Kheir, sebuah organisasi modern yang didirikan oleh kalangan keturunan Arab di Indonesia wabil khusus dari kalangan Ahlul Bait Dzuriyat Rasulullah Saw.
            Dengan demikian KH. Ahmad Dahlan tak hanya akrab dengan pemikiran Islam, namun juga dengan pemikiran-pemikiran modern di luar Islam yang dikenalnya dari sosok tokoh-tokoh pergerakan nasional saat itu seperti Dr. Sutomo, Dr. Wahidin Sudirohusodo, HOS. Tjokroaminoto dan yang lainnya. Putera Kauman ini lalu berubah menjadi sosok yang modern, berfikiran maju dan kritis dalam mengahadapi setiap permasalahan. Dan bagi sebagian orang saat itu tindak tanduk dan gaya berfikir KH. Ahmad Dahlan telah keluar dari pakem-pakem kalangan pesantren.
            Pergesekan tentunya terjadi, namun KH. Ahmad Dahlan tentunya melakukan semua itu bukan tanpa tujuan. Semua itu ia lakukan karena ia ingin belajar dan menyerap ilmu berorganisasi secara modern yang dimiliki kalangan Indonesia non pesantren saat itu, yaitu kalangan orang-orang terpelajar pribumi yang telah mendapatkan pendidikan modern ala Eropa.

            Jadi betul sekali kalau KH. Ahmad Dahlan adalah seorang kiyai yang berfikiran modern dan visioner jauh ke depan, namun mereka menyembunyikan beberapa hal penting seputar sejarah berdirinya Muhammadiyah dan figur pendirinya tersebut. KH. Ahmad Dahlan seperti layaknya ulama-ulama pada zamannya berguru kepada banyak ulama dalam hidupnya. Selain kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah beliau juga berguru kepada banyak ulama lainya.

C.    Pemikiran Pembaharuan
Pembaharuan Lewat Politik
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang relatif muda sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan serupa. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota. Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
Pembaharuan Lewat Pendidikan
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut: KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat; Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
Usahanya `memberi warna” pada Budi Utomo yang cenderung kejawen dan sekuler, tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan munculnya usulan dari para muridnya untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri, lengkap dengan organisasi pendukung. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kelemahan pesantren yang biasanya ikut mati jika kiainya meninggal. Maka pada 18 Nopember 1912 berdirilah sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah. Sekolah tersebut mengambil tempat di ruang tamu rumahnya sendiri ukuran 2,5 x 6 M di Kauman.
Madrasah tersebut merupakan sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi (dingklik; kursi berkaki empat dari kayu dengan tempat duduk panjang), dan sistem pengajaran secara klasikal. Cara belajar seperti itu, merupakan cara pengajaran yang asing di kalangan masyarakat santri, bahkan tidak jarang dikatakan sebagai sekolah kafir. Pernah dia kedatangan seorang tamu guru ngaji dari Magelang yang mengejeknya dengan sebutan kiai kafir, dan kiai palsu karena mengajar dengan menggunakan alat-alat sekolah milik orang kafir. Kepada guru ngaji yang mengejeknya itu Dahlan sempat bertanya, “Maaf, Saudara, saya ingin bertanya dulu. Saudara dari Magelang ke sini tadi berjalankah atau memakai kereta api?” “Pakai kereta api, kiai,” jawab guru ngaji. “Kalau begitu, nanti Saudara pulang sebaiknya dengan berjalan kaki saja,” ujar Dahlan. “Mengapa?” tanya sang tamu keheranan. “Kalau saudara naik kereta api, bukankah itu perkakasnya orang kafir?” kata Dahlan telak. Di sinilah Ahmad Dahlan menerapkan Al Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Ahmad Dahlan berfikir dengan pendidikan buta huruf diberantas. Apabila umat Islam tidak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai agamanya.
Pembaharuan Pemikiran Budaya
Ketika Grebeg Hari Raya dalam tradisi Kraton Yogyakarta jatuh sehari sesudah hari raya Islam, Kiai meminta menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Tengah malam, diantar Kanjeng Kiai Penghulu, Dahlan diterima Sang Raja dalam sebuah ruang tanpa lampu. Setelah Dahlan menyampaikan usul agar Grebeg diundur sehari, Raja bersabda bahwa Grebeg dilaksanakan sesuai dengan tradisi Jawa, Dahlan dipersilakan menyelenggarakan shalat Hari Raya sehari lebih dahulu.
Kiai begitu terkejut mendapati ruang paseban penuh dengan pangeran dan pejabat kerajaan mendampingi Raja saat lampu ruang paseban dinyalakan. Sang Raja kembali bersabda bahwa pemadaman lampu itu sengaja dilakukan agar Dahlan tidak merasa kikuk saat menyampaikan usulnya kepada Raja.
Hubungan harmonis Dahlan dan pusat kekuasaan Jawa cukup unik dan menarik dikaji ketika kerajaan dipandang sebagai pusat tradisi Kejawen yang penuh mistik. Kelahiran Muhammadiyah sendiri berkait dengan kebijakan Hamengku Buwono VII dan VIII. Kepergian Dahlan naik haji dan bermukim di Mekkah adalah perintah langsung Sri Sultan Hamengko Buwono VII. Raja memandang penting Raden Ngabei Ngabdul Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan) belajar Islam dari asal kelahirannya. Sepulang haji, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintahkan Dahlan bergabung dalam Boedi Oetomo. Reformasi Islam pun mulai berlangsung dari sini.
Konflik keras justru muncul dalam komunitas Kauman dari ulama senior dan Kiai Dahlan. Disharmoni Muhammadiyah dan pusat kekuasaan Jawa mulai muncul ketika gerakan ini memperkuat ortodoksi Fikih sesudah pendirinya wafat tahun 1923. Gerakan pembaruan Islam kemudian berkembang berhadap-hadapan dengan pusat kekuasaan Jawa.
Suasana sosial politik yang melingkupi kehidupan Dahlan di atas berbeda dengan pembaru Islam Saudi Arabia, Mesir, Iran, Afganistan, Aljazair, Pakistan, atau India. Jika para pembaru itu banyak berhubungan dengan pusat kebudayaan Eropa (Perancis dan Inggris), Kiai memperoleh pendidikan di lingkungan kerajaan. Interaksinya dengan elite kerajaan, pejabat kolonial, priayi Jawa, pendeta, dan pastor memberi ruang lebih luas menjelajahi berbagai persoalan dunia global atau nasional dan lokal.
Pembaharuan Pemikiran Ekonomi
Tulisan pembaharuan pemikiran ekonomi Ahmad Dahlan, penulis kurang mendapat reverensi buku yang cukup untuk mengupasnya. Untuk itu penulis mengambil inisiatif mengambil dan menyampaikan kembali artikel Sutia Budi yang berjudul “Gerakan Ekonomi Muhammadiyah; Sebuah Gugatan” 3 September 2007[13], dengan sentuhan pikiran penulis.
Jiwa ekonomi terlihat dari profil kehidupan KH. Ahmad Dahlan yang bekerja sebagai pedagang batik (bussinessman) di samping kegiatan sehari-harinya sebagai guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad Dahlan sering melakukan perjalan-an ke berbagai kota untuk berdagang. Dalam perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah Islamiyah.
Kepada para aktivis organisasi dan para pendukung gerakannya, KH. Ahmad Dahlan berwanti-wanti: “Hidup-hidupilah Muhammad-iyah, dan jangan hidup dari Muhammadiyah”. Himbauan ini menimbul-kan konsekuensi tertentu. Menurut Dawam Raharjo mengatakan, konsekuensi yang lain adalah bahwa untuk memperjuangkan kepentingan ekonominya, mereka harus memajukan usahanya agar bisa membayar zakat, shadaqah, infaq atau memberi wakaf, warga Muhammadiyah harus menengok ke organisasi lain. Pada waktu itu, yang bergerak di bidang sosial-ekonomi adalah Sarekat Dagang Islam (SDI), kemudian bernama Sarekat Islam (SI) itu. Itulah sebabnya warga Muhammadiyah sering berganda keanggotaan, Muhammadiyah dan Sarekat Islam.
Pada tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan ekonomi rakyat, salah satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga kerja pada tahun 1930. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah Muhammadiyah di setiap cabang dan terbentuknya dana dakwah. Program-program ekonomi yang dirancang ternyata menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah.
Namun, sebagaimana diungkap Mu’arif (2005:223), dalam persoalan ekonomi ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika hendak membangun perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan pada profesionalisme. Adapun untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu biasanya menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal berdirinya persyari-katan menjadi agenda utama.
Pembaharuan Bidang Sosial
Praktek amal nyata yang fenomenal ketika menerapkan apa yang tersebut dalam surah Al Maun yang secara tegas memberi peringatan kepada kaum muslimin agar mereka menyayangi anak-anak yatim dan membantu fakir miskin. Aplikasi surah al Ma’un ini adalah terealisirnya rumah-rumah yatim dan menampung orang-orang miskin.
Ketika menerapkan Al Qur’an surah 26 ayat 80, yang menyatakan bahwa Allah menyembuhkan sakit seseorang, maka didirikannya balai kesehatan masyarakat atau rumah sakit-rumah sakit. Lembaga ini didirikan, selain untuk memberi perawatan pada masyarakat umum, bahkan yang miskin digratiskan, juga memberi penyuluhan, betapa pentingnya arti sehat.

D.    Pendekatan kultural
Setiap organisasi tentunya mempunyai visi misi yang akan dijalankannya. Begitu pula Muhammadiyah, sebagai sebuah organisasi yang beridentitaskan gerakan Islam, gerakan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar, Dan Gerakan Tajdid maka sudah selayaknya Muhammadiyah mencanangkan sebuah upaya untuk kemajuan ummat Islam. Upaya tersebut Yang dikenal Dalam masyarakat Muhammadiyah disebut dengan "Dakwah kultural". Dakwah kultural adalah dengan gerakan dakwah pendekatan Budaya. Mungkin hal baru bagi kita mendengar konsep dakwah kultural ini bagi TAPI Muhammadiyah dakwah kultural merupakan salah Satu strategi untuk dakwah memperluas jaringan Dan melebarkan gerakan. 
Dakwah Islam sebagai perwujudan ihtiar menyebarluaskan Dan menanamkan ajaran Islam Dalam kehidupan manusia UMAT senantiasa memerlukan dinamisasi terus, terutama Dalam menghadapi berbagai corak kebudayaan masyarakat dan perkembangan zaman. Dengan dinamisasi tersebut dakwah Islam diharapkan Semakin meluas sehingga ajaran Islam menjadi rahmatan lil'alamin. Dakwah kultural mencoba memahami potensi Dan kecenderungan manusia sebagai mahluk Budaya berarti memahami ide-ide, adat istiadat, kebiasaan, Nilai-Nilai norma, Sistem aktivitas, simbol Dan hal -hal fisik yang memiliki makna tertentu dan hidup subur dalam keidupan masyarakat.Pemahaman tersebut dibingkai oleh pandangan sistem nilai ajaran islam yang membawa pesan rahmatan lil'alamin. Dengan demikian dakwah kultural menekankan pada dinamisasi dakwah, selain pada purifikasi (suara muhammadiyah: 26).
Dimanisasi berarti mencoba untuk mengapresiasi (menghargai) potensi dan kecenderungan manusia sebagai maghluk budaya dalam arti luas, sekaligus melakukan usaha-usaha agar budaya tersebut membawa pada kemajuan dan pencerahan hidup manusia. Sedangkan prifikasi mencoba untuk menghindari pelestarian Budaya Yang-nyata nyata dari SEGI ajaran Islam bersifat syirik, tahayul, bidah, Dan khurafat. Dakwah kultural Bukan berarti melestarikan atau membenarkan hal hal-Yang bersifat syirik, bidah, tahayul, Dan khurafat, tetapi Cara memahami Dan menyikapinya dengan menggunakan kacamata atau pendekatan dakwah.
 Pendekatan Dakwah kultural pastinya tidak Lepas dari peranan kearifan local ataupun local wisdom Yang menjadi REALITAS kebudayaan Dalam masyarakat Indonesia. Apalagi di Indonesia dengan keberagaman suku, bangsa, adat-istiadatnya menjadi dinamisasi perkembangan dakwah islam yang bercorak dan harus menyentuh pada ranah karakteristik masyarakat itu sendiri. Konsep tersebut pastinya telah dilakukan dan dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan Sang pendiri Muhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan tela melakukan dakwah dengan pendekatan kearifan local budaya masyarakat jawa dengan semangat teologi al-Maun beliau berhasil memadukan jalur dakwah degan keyakinan religius dengan keyakinan politis, dimana keyakinan religius adalah suatu keyakinan pada otoritas masa lalu. Sedangkan keyakinan politik Yang tampil menandinginya adalah untuk suatu keyakinan Pada masa otoritas DePan. Hasil dari keyakinan inilah KH. Ahmad Dahlan mampu memberikan wajah baru dalam gerakan umat modern yang mampu menerapkan aspek-aspek vertical dan horizontal. Tidak terjebak dalam rutinitas sebatas agama tapi juga mampu keluar mengembangkan pada perkemgbangan umat































BAB III
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan

Segalah tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai Ahmad Dahlan dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi.
Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional.
Mungkin Ahmad Dahlan merupakan satu-satunya kiai yang mengembangkan ajaran islam melalui organisasi.
Dia juga telah banyak melakukan pembaharuan melalui politik, pendidikan, pemikiran budaya dan ekonomi serta lain sebagainya.






















Daftar Pustaka
Biogrfi.(2011).Biogragi KH. Ahmad Dahlan-Pendiri Muhammadiyah.Diperoleh tanggal 04 oktober 2013 , Dari
Supardi.(2012).Pokok-pokok Pemikiran KH.Ahmad Dahlan. Diperoleh tanggal 04 oktober 2013, Dari
Haqiqi. A.,(2011).PKM III. Diperoleh tanggal 04 oktober 2013, Dari
Aswaja. A.,(2013).KH.Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah nya. Diperoleh tanggal 04 Oktober 2013, Dari

Unknown Rabu, 10 Agustus 2016