pembaharuan dalam islam



BAB I
PENDAHULUAN


  1. LATAR BELAKANG
Setelah islam mengalami kekalahan dalam perang salib, banyak yang terjadi kemunduran pada umat islam. Perubahan besar pun terjadi pada Barat dari segala aspek, mulai dari ilmu pengetahuan hingga sistem kemiliteran. Barat dan islam menjadi dua sisi yang berlawanan karena masing-masing  memiliki dua perbedaan mencolok. Barat mengambil komponen-komponen penting dalam islam, tanpa meninggalkan sisa sedikitpun. Terbukti dengan pembakaran perpustakaan-perpustakaan islam dan perampasan buku-buku ilmu pengetahuan, hingga akhirnya islam memasuki era kegelapan. Umat muslim sedikit demi sedikit tersingkirkan dari pergerakan zaman, sampai pada akhirnya umat muslim;sebagian dari mereka namun tidak semua, merasa bahwa hal yang terjadi pada islam ini berupa kemunduran dan masa kegelapan haruslah diakhiri.
Umat islam pun melakukan semacam ‘Renaisance’. Tapi bagi umat islam, tidak hanya ilmu yang dikedepankan, namun juga dari segi keagamaan yang tentunya orang Barat tidak punya. Perlahan-lahan umat islam mulai meneliti faktor-faktor kemunduran dan komponen apa saja yang harus diperbaiki untuk kembali pada masa yang cerah. Satu persatu muncul tokoh-tokoh berpendidikan dari umat islam, mulai dari Jamaluddin Al-Afghani, Hasan Al-Banna, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, sampai pada Sayyid ‘Amir Ali. Masing-masing dari mereka melakukan remedi atau perbaikan pada hampir seluruh komponen yang dapat membantu kembalinya kejayaan umat islam. Seperti membentuk organisasi yang berlandaskan keislaman untuk memperjelas tujuan umat muslim dalam berjuang melawan Barat dan racun-racunnya.
Hingga pada masa kini dampak dari pergerakan mereka masih tercermin dalam organisasi-organisasi islam yang bergerak untuk membela islam dan membangun generasi islam. Namun pembahasan pada makalah ini lebih pada ide-ide dan pembaharuan yang dilakukan pada pembaharu tersebut, juga apa sumbangan nyata yang mereka berikan dan dapat kami manfaatkan hingga sekarang.

B. RUMUSAN MASALAH
                  Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Bagaiman terjadinya Pembaharuan di dunia Islam ?
2.      Siapa Tokoh-tokoh Pembaharuan di dunia Islam ?
3.      Kapan Era Kebangkitan Islam ?
4.      Kapan Era Kejayaan Islam ?
5.      Bagaimana Dinamika gerakan pembaharuan islam ?

C.TUJUAN
Dalam penulisan makalah ini didapatkan suatu tujuan yaitu :
1.      Memahami  terjadinya Pembaharuan di dunia islam
2.      Mengetahui tokoh-tokoh Pembaharuan di dunia islam
3.      Mengetahui kapan era kebangkitan islam
4.      Mengetahui era kejayaan islam
5.      Memahami dinamika gerakan pembaharuan islam
























BAB II
PEMBAHASAN


A.   Pembaharuan di dunia Islam
Pengertian Pembaharuan dalam Islam
Secara etimologi, kata ‘pembaruan’ dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah tajdîd, memiliki makna antara lain; proses, cara, perbuatan membarui. Sedangkan menurut Harun Nasution pembaharuan merupakan arti dari  at-Tajdid dalam bahasa Arab sebagai perkembangan modernisme yang terjadi di dunia Barat akibat perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sehingga pembaharuan dapat dilihat dari  kata  modernism. Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Latar Belakang terjadinya Pembaharuan di dunia Islam yaitu
1.      Paham tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
2.      Sifat jumud membuat umat islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat islam maju dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama umat islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad maka mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
3.      Umat islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran islam. Karena itulah, bangkit suatu gerakan pembaharuan.
4.      Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia islam dan barat. Dengan adanya kontak ini mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan barat. Terutama sekali saat terjadinya peperangan antara kerajaan ustmani dengan kerajaan eropa, yang biasanya tentara kerajaan utsmani selalu menang dalam peperangan dan pada akhirnya mengalami kekalahan ditangan barat. Hal ini membuat pembesar-pembesar utsmani menyelidiki rahasia kekuatan militer eropa yang baru muncul. Ternyata rahasianya adalah kekuatan militer modern yang dimiliki eropa sehingga pembaharuan juga dipusatkan pada bidang militer.
                                                                                                                             
5.      Pembahuran dalam islam berbeda dengan renainsans Barat. Kalau renainsans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan islam sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran agama islam. Islam bukan hanya mengajak maju ke depan untuk melawan segala kebodohan dan kemajuan islam itu sendiri. 
Pembaharuan Islam di Indonesia

Pada awal abad ke-20, ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan melalui media publikasi dan korespondensi mereka berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua India.
Ide-ide pembaharuan Islam dari luar yang masuk ke Indonesia dengan demikian dapat dibaca berlangsung secara berproses setidaknya melalui 3 (tiga) jalur:

1.  Jalur haji dan mukim, yakni tradisi (pemuka) umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Sehingga ketika mereka kembali ke tanah air, kualitas keilmuan dan pengamalan keagamaan mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide baru yang mereka peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi pemikiran dan dakwah mereka di tanah air

2.      Jalur publikasi, yakni berupa jurnal atau majalah-majalah yang memuat ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan Mesir maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut kemudian menarik muslim nusantara untuk mentransliterasikannya ke dalam bahasa lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas Melayu di Singapura. Di Sumatera Barat juga terbit al-Munir yang sebagian materinya disadur K.H. Ahmad Dahlan kedalam bahasa Jawa agar mudah dikonsumsi anggota masyarakat yang hanya menguasai bahasa ini

3.      Peran mahasiswa yang sempat menimba ilmu di Timur-Tengah. Menurut Achmad Jainuri, para pemimpin gerakan pembaharuan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah alumni pendidikan Mekah.

Secara umum kelahiran dan perkembangan pembaharuan Islam di Indonesia merupakan wujud respon terhadap kemunduran Islam sebagai agama karena praktek-praktek penyimpangan, keterbelakangan para pemeluknya dan adanya invansi politik, kultural dan intelektual dari dunia Barat.
Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidaklah muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa gerakan nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20 diusung sebagiannya oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya melalui kendaraan gerakan yang berdasar atau berafiliasi ideologis pada Islam. Sejarah menunjukkan bahwa Islam ternyata hanya menjadi salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis muslim di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi penghayatan religius dan artikulasi perjuangan sosial-politik di masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat mereka untuk bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai ujud kepeduliannya.

            Dengan kian massifnya kiprah gerakan pembaharuan Islam di Indonesia di tengah-tengah masyarakat, secara umum pada awal abad ke-20 M tersebut, corak gerakan keagamaan Islam di Indonesia dapat dipetakan dengan meminjam sebagai berikut: (1) Tradisionalis-konservatis, yakni mereka yang menolak kecenderungan westernisasi (pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang secara pemahaman dan pengamalan melestarikan tradisi-tradisi yang bercorak lokal. Pendukung kelompok ini rata-rata dari kalangan ulama, tarekat dan penduduk pedesaan; (2) Reformis-modernis, yakni mereka menegaskan relevansi Islam untuk semua lapangan kehidupan baik privat maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman; (3) Radikal-puritan, seraya sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman, mereka enggan memakai kecenderungan kaum modernis dalam memanfaatkan ide-ide Barat. Mereka lebih percaya pada penafsiran yang disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga mengkritik pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis. Sebagai pengayaan, menarik jika tipologi ini dikomparasikan dengan kasus gerakan Islam yang berkembang di Turki.

B.   Tokoh-tokoh Pembaharuan di dunia Islam
1.Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (1263-1350)
Ide Pembaharuanya
Kerangka dasar pemikiran Ibnu Taimiyah adalah menunjukkan bahwa Islam dan pembaharuan Islam memerlukan suatu cara, yaitu jalan tengah dan sintetik (buatan). Pada kenyataannya, jalan tengah harus dipadukan dengan perkembangan dalam Islam yang bermacam-macam tersebut dengan tetap berpegang pada ajaran pokok Islam yang termaktub dalam al Qur’an dan Sunnah yang murni, yang tidak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing.





Adapun ide-ide pembaharuan Ibnu Taimayah adalan sebagai berikut :
Pertama, melakukan kritik dengan cara yang jauh lebih tajam dan ketat dibanding apa yang telah dilakukan oleh imam gazali.
Kedua, menegakkan dalil dan bukti berdasarkan akidah, hukum dan kaidah-kaidah islam dengan sseirama dengan apa yang dilakukan Imam Al Gazali, dan bahkan bila dilihat apa yang dikemukakan Imam Al Gazali benyak sekali mempergunakan istilah-istilah logika.
Ketiga, Ibnu Taimiyah tidak saja menolak segala bentuk taqlid buta, melainkan lebih dari itu.
Keempat, memerangi bid’ah, taqlid, kemajuan berfikir, kesesatan aqidah, dan dekadensi moral.
      Ijtihad dalam islam memegang peran yang sangat besar karena hanya dengan prinsip inilah islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan perkembangan dan kemajuan yang bersinambungan didalam syari

2. Muhammad bin abdul wahab
Seruan da'wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada manhâj Islam yang benar sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama. Yang paling menonjol ialah upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata dan kesetiaan untuk selalu mentaati Allah serta Rasulullah SAW. Ia sangat antusias dalam melakukan hal-hal sebagai berikut :
Menanamkan Tauhid secara mendalam dan membasmi syirik serta berbagai macam bid'ah.
Menegakkan kewajiban-kewajiban agama dan syi'ar-syi'arnya, seperti shalat, jihad dan amar ma'ruf  nahi mungkar.
keadilan di bidang hukum dan lainnya.
Mendirikan masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid, sunah, persatuan, kemuliaan,         perdamaian dan keadilan.
Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau yang telah terpengaruh oleh da'wah dan seruannya. Gambaran tersebut nampak jelas di wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Arab Saudi sebagai pengibar bendera gerakan reformasi pada tiga abad periode. Setiap negara yang terjangkau oleh gerakan ini akan kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi, perdamaian dan kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah di dalam firmanNya yang artinya,
"Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa, yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan" (QS. Al-Hajj:40-41).



3.Jamaluddin Al Afghani 
dengan usahanya mendirikan perkumpulan “Urwatul Wusqo”. Pemikirannya : Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Pintu ijtihad masih terbuka, kemunduran Islam karena meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Paham qadha dan kadar dirusak oleh  paham fatalisme yang membawa umat Islam pada keadaan statis, lemahnya rasa persaudaraan umat Islam.

     4.Muhammad Abduh
Dengan pemikirannya bahwa, kemunduran-kemunduran disebabkan oleh  paham jumud di kalangan umat Islam yaitu keadaan membeku, statis, tidak ada perubahan, dan juga masuknya bid’ah dalam Islam yang membuat umat Islam lupa akan ajaran Islam yang sebenarnya, pintu ijtihad perlu dibuka kembali, memerangi taklid, merubah cara pandang/faham jumud/fatalisme menjadi faham dinamika (kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan).

      5.Rasyid Ridha
Dengan usahanya menerbitkan majalah “ Al Manar” yang bertujuan mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul, bid’ah, menghilangkan paham fatalisme. Pemikirannya bahwa umat Islam mundur sebab tidak mengamalkan ajaran yang sebenarnya. Perlu dihidupkan paham jihad, persatuan umat Islam, ijtihad.

       6.Sayyid Ahmad Khan
Dengan pandangan bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman, harus menghargai kekuatan akal, menentang paham fatalisme, menolak taklid, pendidikan merupakan satu-satunya jalan bagi umat Islam India untuk mencapai kemajuan.
Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada akhirnya kedalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya.Di tahun 1876 ia dirikan sekolah Inggris di Muradabad.
Di tahun 1879 ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan ummat Islam India

7. K.H Ahmad Dahlan
            Pemikiran Ahmad Dahlan
  1. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Perbuatan ini ditentang olen masyarakat, bahkan Kanjeng Kiai Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya. Lalu ia membangun Langgar sendiri di miringkan arah Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng Kiai Penghulu turun ­tangan dengan memerintahkan untuk merobohkannya. K.H. Ahmad Dahlan hampir putus asa karena peristiwa-peristiwa tersebut sehingga ia ingin meninggalkan kota kelahirannya. Tetapi saudaranya menghalangi maksudnya dengan membangunkan langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan pengetahuan agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Peristiwa demi peristiwa tersebut rupanya menjadi cikal-bakal pergulatan antara pikiran-pikiran baru yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan pikiran-pikiran yang sudah mentradisi.
  2. Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena masyarakat belum siap dengan sesuatu yang dianggap “berbeda” dari tradisi yang ada, juga karena ia belum punya wadah untuk menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan mengubah arah Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa yang diyakini.
    Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap selama dua tahun. Bahkan ia pernah mengunjungi observatorium di Lembang untuk menanyakan cara menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan. Perjuangannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920-an masjid-masjid di Jawa Barat banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat ­laut. Dan menurut catatan sejarah, Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi, menerima penentuan jatuhnya hari Raya ‘Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan oleh Kesultanan berdasarkan perhitungan (petungan) Aboge.
  3. Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan. Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat te­robosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui per­kumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggo­ta-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor­-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berha­rap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-seko1ah pemerintah. Rupanya, pe­lajaran dan cara mengajar agama yang di­berikan. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ah­mad Dahlan membuka sendiri sekolah se­cara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi yang bersi­fat permanen.
  4. Gerakan Pembaruan Ahmad Dahlan Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat zamannya mempunai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan Qur’aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur’an dengan penafsiran yang sesuai dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis. Kemudian dia mengeliminasi upacara selametan karena merupakan perbuatan bid’ah dan juga pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan meminta restu dari roh orang yang meninggal karena akan membawa kemusyrikan (penyekutuan Tuhan). Mengenai tahlil dan talqin, menurutnya, hal itu merupakan upacara mengada-ada (bid’ah). Ia juga menentang kepercavaan pada jimat yang sering dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah pedesaan, yang menurutnya akan mengakibatkan kemusyrikan.
C.     Era Kebangkitan dan Kejayaan Islam

1.      Era kebangkitan islam

    Akhir abad XIX Masehi adalah dimulainya era kebangkitan Islam. Era kebangkitan Islam ini memiliki dua aspek penting, yaitu:
Pertama, periode tersebut ditandai banyak perkembangan baru dalam pemikiran Islam. Penyebab utamanya adalah kontak yang semakin intensif pada beberapa kasus bahkan berupa benturan fisik antara dunia Islam dan peradaban Barat. Gagasan seperti "kemodernan" serta "modernisme", "westernisasi" atau pembaratan, dan "sekularisme" menjadi objek utama perhatian para pemikir Muslim. Demikian luasnya penyebaran gagasan baru itu sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa pemikiran baru Islam lahir dari keinginan menanggapinya.
Kedua, sejak awal perkembangan Islam, ilmu berdasarkan pengamatan, wahyu, atau renungan para sufi sebagai induk ilmu pengetahuan selalu mendapatkan perhatian para pemikir muslim. Bertemu dengan kecenderungan di atas, perhatian tersebut mengambil bentuk tanggapan terhadap perkembangan pesat ilmu pengetahuan modern di dunia Barat, yang dianggap tidak berinduk pada suatu ilmu yang benar. Tanggapan itu, karena lebih merupakan reaksi dari pada usaha atas prakarsa sendiri, pada diri beberapa pemikir dan aliran pemikiran merupakan penyempitan wilayah wacana tentang ilmu dan ilmu pengetahuan dibandingkan dengan periode sebelumnya, khususnya masa awal perkembangan intelektual Islam

2.      Era Kejayaan Islam

Seperti perabadan lain, Islam juga mengalami beberapa periode dalam sejarah. Ada satu periode dimana Islam bisa menunjukan eksistensinya di Eropa bahkan dunia. Periode tersebut terjadi pada saat para filsuf, ilmuwan, dan insinyur muslim bisa memberikan banyak konstribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan. Mereka melakukannya baik dengan menjaga tradisi yang telah ada maupun dengan menciptakan penemuan-penemuannya sendiri.
Sebaliknya, bangsa Eropa waktu itu justru sedang berada di zaman kegelapan (dark ages), dimana dominasi gereja sangatlah besar sehingga setiap kebenaran (ilmu pengetahuan) harus sesuai dengan paham gereja. Apabila ada yang menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan gereja, maka akan mendapatkan hukuman bahkan sampai dibunuh. Hal tersebut menyebabkan terisolasinya ilmu pengetahuan dari manusia. Padahal sekitar tahun 300 SM, peradaban Eropa sudah dibangun sedemikian rupa oleh bangsa Yunani dan Romawi. Ilmuan-ilmuan Yunani mengembangkan filsafat, sementara orang Romawi mengembangkan birokrat.
Ketika Eropa sedang berada dalam masa kegelapan, masyarakat Islam justru mengalami kemajuan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Mereka mengambil ilmu-ilmu yang ada di Yunani dan Romawi kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab. Selain itu, perkembangan Islam juga dihubungkan dengan letak geografis. Sebelum Islam datang, kota Mekah merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab, Nabi Muhammad SAW sendiri juga berasal dari golongan pedagang. Tradisi Ziarah Mekah membuat kota itu menjadi pusat pertukaran gagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh para pedagang muslim dalam jalur perdagangan Afrika-Arab dan Asia-Arab sangat besar dan penting. Hal tersebut membuat peradaban Islam tumbuh, berkembang dan meluas dengan berdasarkan perekonomian dagangnya.

Pernyataan-Pernyataan dari Para Cendikiawan Barat
Selama 500 tahun Islam telah menguasai dunia dengan kekuatan, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi (Jacques C. Reister). Maka dari itu, cukup beralasan jika kita mengatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’nya, Barat bukanlah apa-apa (Montgomery Watt).

Ada berita yang menarik, sumbangsih peradaban Islam terhadap dunia, termasuk dunia Barat, juga diakui oleh Presiden Amerika Serikat saat ini, Barack Obama. Hal itu terungkap saat dia berpidato tanggal 5 Juli 2009. Dia menyatakan bahwa peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali (Renaissance) dan era Pencerahan (Enlightenment) di Eropa. Ilmuan Islamlah yang mengembangkan rumus aljabar, kompas magnet dan alat navigasi, keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan, dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya.

D. Dinamika Gerakan Pembahruan Islam

Gerakan pembaharuan Islam memang pertama kali muncul pada abad modern. Meskipun demikian, sebelum masa modern ini keinginan untuk melakukan pembaharuan sebenarnya bukan sama sekali tidak ada. Di Arab Saudi keinginan itu dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792) gerakan yang sejarah Islam dikenal dengan Wahabiyah ini, dilatarbelakangi oleh faktor interen kaum muslim, yaitu faham tauhid kaum awam yang pada waktu itu telah rusak oleh syirik dan bid’ah. Berkat bantuan oleh seorang kepala suku, Muhammad Ibn Su’ud (w.1765), gerakan ini memetik sukses gemilang. Kelak ibn Su’ud mendirikan kerajaan dengan menjadikan wahabi sebagai mazhab resmi negara. Selain pemurnian, Abd Wahab juga melontarkan pendapat tentang terbukanya pintu ijtihad dan boleh dilakukan oleh siapa saja asal bersandar kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Bagai bola salju, pendapat ini terus bergulir kewilayah Islam lainnya, bahkan terus berkembang dan berkumandang hingga hari ini.
Gerakan wahhabi ini selanjutnya disusul oleh gerakan-gerakan lain di afrika. Gerakan di Afrika ini pada umumnya bersifat sufistik. Meski demikian, bukan berarti sama sekali tanpa implikasi politik. Gerakan-gerakan ini bahkan berhasil mendirikan negara-negara Islam. Di antara para pemimpinnya yang terkenal adalah Usman bin Fonjo (1754-1817) di Negeria, Muhammad Ali al-Sanusi (1787) di Libya, dan muhammad Ahmas bin Abdullah (1843-1885) di Sudan, gerakannya dikenal; dengan sebutan “Mahdiyah”.
Gerakan-gerakan pra modern telah mewariskan kepada Islam modern suatu interpretasi ideologis terhadap Islam dan metode-metode gerakan serta organisasi. Kalau gerakan pramodern ini dipicu oleh masalah-masalah intern umat Islam, maka pada tahap berikutnya gerakan pembaharuan Islam lebih di dorong oleh sejumlah faktor eksternal. Antara lain, ancaman politik dari Barat atas Islam, religiokultural, dan kolonialisme.
Tanggapan para tokoh pembaharu di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terhadap dampak Barat terhadap masyarakat muslim terwujud dalam usaha yang sungguh-sunguh untuk menginterpretasi Islam dalam menghadapi perubahan kehidupan. Mereka menekankan sikap dinamis, luwes, dan adabtatif yang menjadi ciri kemajuan Islam pada zaman klasik (650-1250). Yang terutama mendapat tekanan khusus mereka adalah bidang hukum, pendidikan, sains. Selain itu mereka juga menekankan pembaharuan internal melalui reinterpretasi (ijtihad) dan adabtasi secara selektif (Islamisasi) ide-ide dan teknologi Barat. Dari sinilah kemudian dikenal konsep-konsep Barat seperti demokrasi, hak asasi, nasionalisme, dan sebagainya. Pembaharuan dalam Islam pada hakekatnya merupakan usaha kritik diri dari perjuangan untuk menegaskan bahwa Islam selalu relevan menghadapi situasi-situasi baru yang dihadapi oleh masyarakat Islam.
 Dalam gerakan kebangkitan kembali itu terlihat pula kemajuan pembangunan ekonomi yang sedikit demi sedikit menanjak maju di kalngan negara-negara Islam. Bangsa-bangsa Arab di kawasan Timur Tengah dengan kekayaan minyaknya semakin memperlihatkan getaran-getaran kemajuan. Negara-negara Arab ini sempat membuat resah negara-negara industri Barat dengan politik “embargi minyak”-nya ketaika terjadi perang Arab-Israil di tahun 1970-an. Embargo minyak oleh negara-negara Arab ini telah mencemaskan negara-negara Barat bagi kelangsungan hidup industri-industri merekaSekarang ini, pada dekade 2000-an negara Pakistan dan Iran, juga menggetarkan negara Eropa dan Barat dengan program teknologi nuklirnya.
Tercapainya kemerdekaan politik dan berkembangnya kesadaran nasional di kalangan umat Islam disertai satu renaissance kebudayaan. Umat Islam menoleh kembali kepada sejarah kejayaan mereka di zaman lampau untuk menemukan kembali identitas mereka, serta mendapatkan bimbingan hidup dalam menghadapi keadaan dan persoalan-persoalan yang serba sulit dan berat dalam dunia medern sekarang. Setelah mereka kehilangan vitalitas selama beberapa abad sampai sekarang, Islam sekali lagi menempuh masa kebangkitannya. Umat Islam yang berjumlah 1/7 atau lebih dari jumlah penduduk dunia, setiap hari meningkat baik dalam jumlahnya atau pun dalam kekayaannya dan nilai kedudukannya.
Vilatitas baru di kalangan umat Islam ini juga membawa kebangkitan dalam arti religius [keagamaan] di antara mereka sendiri. Di tengah-tengah mereka mengalami kemerosotan dari dalam dan menghadapi tekanan-tekanan dari luar, mereka berusaha memurnikan dan memuliahkan segi-segi penting dari ajaran agama yang mereka warisi. Islam telah mencapai dinamika baru dan merupakan suatu kekuatan utama yang mendorong umat Islam untuk memperoleh kedudukan lebih baik di dunia ini


BAB II
PENUTUP

A.                KESIMPULAN
“Islam adalah agama yang mencakup  berbagai macam aspek, baik itu ekonomi, politik, budaya, ibadah, dan lain-lain.” Inilah ungkapan yang Jamaluddin Al-Afghani  tegaskan dalam pemikiran dan gagasannya. Bila memandang Islam dalam konteks kekinian, rasanya memang perjuangan atau usaha yang dilakukan oleh para tokoh pembaharu islam belum sempurna. Perjuangan dan usaha mereka kami analogikan sebagai sebuah ajang lari estafet, mereka—para tokoh pembaharu islam—berlari dan membawa tongkat estafet kemajuan islam dengan susah payah dan penuh perjuangan agar sampai kepada kita—umat saat ini—dengan harapan besar kita mampu melanjutkan tongkat estafet tersebut sampai pada generasi selanjutnya hingga akhir  zaman. Namun, potret umat islam saat ini bisa dikatakan amat menyedihkan dari segi keilmuan dan persatuan. Umat islam saat ini tidak lagi dinamis, dan seperti tidak memiliki pendirian. Hal ini terlihat dari mudahnya umat islam terprovokasi oleh oknum-oknum tertentu yang tak bertanggung jawab.Hal ini menunjukkan kesadaran umat islam untuk melanjutkan tongkat estafet kemajuan itu masih belum maksimal.
Semoga dengan hadirnya kajian(studi tokoh) ini kita semakin menyadari kondisi islam yang masih terpuruk saat ini dan harapan besar kami adalah munculnya jiwa dan semangat Al-Afghani,  Muhammad Iqbal, dan lain-lain yang mampu kembali meneruskan tongkat estafet perjuangan itu dan menanggalkan seluruh pengaruh barat pada islam yang merupakan hambatan bagi umat islam untuk maju. Amien.








DAFTAR PUSTAKA

     Asmuni, Drs. H. M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan (Dirasah Islamiah III), Rajawali Pers: Jakarta, 2001
     Rahman, Fazlur, Kebangkitan dan Pembaharuan di dalam Islam, Penerbit Pustaka: Bandung, 2001
     Sucipto, Hery, Ensiklopedi Tokoh Islam;Dari Abu Bakr  sampai Nashr dan Qardawi, Hikmah Kelompok Mizan:Bandung, 2003














Tidak ada komentar