BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Mengenal Kehidupan dan Kepribadian KH.Ahmad
Dahlan
2.
Memahami Kepeloporan dan Amalan Pembaharuan KH. Ahmad
Dahlan
3.
Memahami Pemikiran Pembaharuan KH.Ahmad Dahlan
4.
Memahami Dalam Segi Pendekatan Kultural
C.
Metode
Penulisan
Sistematika penulisan makalah
ini terdiri dari 3 bab utama.
Bab I berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan
, dan metode penulisan makalah ini.
Bab II merupakan bagian yang berisi penjelasan tentang
membahas materi/pokok bahasan.
Bab III merupakan bagian terakhir yang berisi
kesimpulan .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kehidupan
dan Kepribadian
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad
Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua
belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara
Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut
ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana
Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom),
Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai
Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad
Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap
selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib
yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi
Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana
beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo
sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka
sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang
bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti
pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal
dunia.
Saran itu kemudian ditindaklanjuti
Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah
pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha
memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji
melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan
secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan
dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur'an
semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan demikian
diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an
itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya
mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga
Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau
semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran
utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan
kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan
larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap
pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu,
beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha,
animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau
membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan
organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, karena menyadari
pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping
dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder
atau Pandu - sekarang dikenal dengan nama Pramuka - dengan nama Hizbul Wathan
disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang,
memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan
uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.
Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai
tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa.
Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa
Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman,
namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman.
Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan
ini agak menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan
langkah yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti
diancam bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau
diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai palsu. Walaupun begitu, beliau
tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama
(mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Dengan penuh
kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang diajarkannya.
Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang
diajarkannya. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat
mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini
ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang
dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota
Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu
organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Melihat metoda pembaruan KH Ahmad Dahlan ini,
beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di
Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan um’mat, tidak
dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi.
Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren
seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga
konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.
Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal
dan melaksanakan ide-ide pembaruan Kiai Dahlan ini sangat menarik perhatian
para pengamat perkembangan Islam dunia ketika itu. Para sarjana dan pengarang
dari Timur maupun Barat sangat memfokuskan perhatian pada Muhammadiyah. Nama
Kiai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia
Dalam kancah perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia, peranan dan sumbangan beliau sangatlah besar. Kiai Dahlan dengan
segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya merupakan saham yang sangat besar
bagi Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.
Kiai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari
banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di
bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu
falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis;
dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari
Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.
Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23
Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian
dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan
maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI
No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961.
B. Kepeloporan dan Amalan Pembaharuan
Menurut Kalender
masehi, dimana KH. Ahmad Dahlan Artikel Baru Segala
keterbatasannya Yang mewarnai Kehidupan Bangsa Yang Masih terjajah namun mampu
menunjukkan kepeloporan Yang Maksimal untuk perbaikan Bangsa Artikel Baru
mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai Sarana dakwah Islam Yang
berkemajuan. KH. Ahmad Dahlan begitu tergugah melihat realita
Kehidupan 'masyarakat khususnya Dalam, menjalankan ritual Agama Islamnya Yang
tidak murni Lagi bahkan didominasi Oleh kemusyrikan sehingga
semakin JAUH bahasa Dari kebenaaran, Sedang disisi sosial kemasyarakatan
diwarnai kemiskinan Yang Ulasan Sangat Parah, diskriminasi Yang semakin tidak
Berdaya, kebodohan Yang semakin mencelakakan Dan ketidak adilan Yang semakin
Semena-mena.
Meski dakwahnya
Penuh Artikel Baru perlawanan Dan hinaan tidak menghalangi untuk melakukan
Peran kepeloporan, KARENA Severe tidak segera dilakukan Akan semakin
memperparah ketelantaran Dan buramnya Cahaya Islam dimasyarakat. Berbagai
cacian disikapi Artikel Baru keteladanan Dalam, beramal Yang berdampak Langsung
* Bagi Kehidupan 'masyarakat, sehingga banyak perubahan, mereka terlantar Yang
disantuni, mereka arogan Yang dilakukan dialog Yang mengagumkan, sehingga Yang
semula Lawan akhirnya menjadi kawan seperjuangan Dalam, Wadah Persyarikatan
Muhammadiyah.
Peran
kepeloporan inisial sehingga Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan
Presiden Nomor 657 tanggal 27 Desember Tahun 196, menganugerahkan KH. Ahmad
Dahlan sebagai Pahlawan Nasional Atas kiprah monumentalnya Dalam, hal 1)
Pelopor kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagi Bangsa
Yang terjajah, 2) Organisasi Muhammadiyah Yang didirikannya telah memberikan
ajaran Islam Yang murni kepada bangsanya, 3) Organisasi Muhammadiyah telah
memelopori amal sosial Pratama Afiliasi Dan Pendidikan Yang Amat
diperlukan Bangsa, 4) Organisasi Muhammadiyah BAGIAN Wanita
atau Aisyiyah telah memelopori kebangunan Wanita Bangsa Indonesia untuk
mengecap Pendidikan Dan berfungsi sosial, setingkat Artikel Baru kaum
Pria. Dan Atas
Perjuangan Nyai Walidah sehingga beliau diangkat sebagai Pahlawan JUGA KARENA
Nasional Peran kepeloporan Dalam, memberdayakan Wanita.
·
Amalan Pembaharu
salah
seorang tokoh pembaharu Islam di Indonesia yang berfaham Wahabi dengan alibi
bahwa fiqih kaum Muhamadiyah, organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan
mirip dengan mereka. Memang, kaum Muhammadiyin saat ini melaksanakan shalat
dengan tanpa membaca “Usholi”. Shalat Shubuh dengan tidak memakai doa qunut,
anti ziarah kubur, tahlilan dan menjauhi segala macam praktek agama Islam yang
menurut mereka mengandung TBC (Takhayul, Bid'ah dan Churafat). Selama puluhan
tahun semenjak berdirinya Muhammadiyah dianggap sebagai representasi dari
golongan Islam modernis di Indonesia dan merupakan rival serta antitesis dari
golongan Islam
tradisional
NU, Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari.
Dan memang benar bahwa KH. Ahmad
Dahlan sangat akrab dengan ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
dari majalah al-Manar. Dan saat berada di Mekkah beliau seperti para pelajar
asal Indonesia lainnya juga ramai mendiskusikan bagaimana cara agar negeri asal
mereka segera lekas merdeka dari belenggu penjajahan kolonialis Belanda. Keruntuhan
kekhalifahan Turki Utsmani semakin memperparah keadaan umat Islam di
negeri-negeri terjajah dan memaksa banyak orang berfikiran maju seperti KH.
Ahmad Dahlan harus mencari solusi atas permasalahan yang ada.
Dan ide-ide modernisasi pendidikan, ekonomi, sosial dan kesadaran politik yang dipropagandakan oleh Abduh dan Ridha sedikit memberi gambaran apa langkah yang harus dia lakukan. Maka terbentuklah pemikiran seorang Ahmad Dahlan dari sini, sosok seorang santri dan Kiyai Jawa yang besar di daerah yang juga kental budaya Jawa dan pengajaran Islamnya di daerah Kauman Jogjakarta Hadiningrat yang terbuka matanya.
Dan ide-ide modernisasi pendidikan, ekonomi, sosial dan kesadaran politik yang dipropagandakan oleh Abduh dan Ridha sedikit memberi gambaran apa langkah yang harus dia lakukan. Maka terbentuklah pemikiran seorang Ahmad Dahlan dari sini, sosok seorang santri dan Kiyai Jawa yang besar di daerah yang juga kental budaya Jawa dan pengajaran Islamnya di daerah Kauman Jogjakarta Hadiningrat yang terbuka matanya.
Dari dalam dirinya lahirlah
kesadaran bahwa umat saat itu perlu mengejar ketinggalan-ketinggalan mereka,
atau mau tak mau akan tergilas oleh perubahan zaman dan tetap tunduk di bawah
kaki penjajahan Belanda. Belum lagi saat itu misi Zending yang diback-up penuh
oleh pemerintah kolonial Belanda gencar sekali melakukan misi pemurtadannya
terhadap rakyat di daerah-daerah di pulau Jawa. Hal ini tentu saja merisaukan
dirinya sebagai seorang ulama dan pejuang kemerdekaan karena ternyata umat saat
itu tak hanya terjajah fisik dan mentalnya namun juga akidahnya.
Sementara kehidupan beragama masyarakat saat itupun semakin
tak jelas, kekakuan sikap sebagian besar kalangan Islam tradisional pesantren
saat itu tidak memberi solusi apapun atas keadaan yang terjadi waktu itu
baginya. Maka diapun membuka dirinya terhadap hal-hal yang baru bahkan tabu bagi
sebagian besar kalangan kiyai Jawa saat itu. Yang pertama kali dia lakukan saat
itu adalah membangun sebuah madrasah sekolah diniyah yang menggunakan metode
pengajaran Barat yang mengkombinasikan antara pelajaran agama dengan pelajaran
umum diajarkan di sekolah-sekolah resmi Belanda saat itu, seperti bahasa
Inggris dan ilmu bumi.
Kemudian dia juga tak segan bergabung dengan organisasi modern pribumi pertama saat itu yaitu Boedi Oetomo. Padahal kalangan kiyai dan pesantren saat itu menganggap Boedi Oetomo adalah perkumpulan berbasis sekuler-kejawen yang tentunya kurang pantas dimasuki oleh seorang kiyai seperti Ahmad Dahlan. Belakangan saat Syarekat Islam, sebuah organisasi massa modern Islam pertama di Indonesia terbentuk, KH. Ahmad dahlan pun ikut bergabung di sana. Dan yang terakhir dia bergabung pula dengan Jami'at Kheir, sebuah organisasi modern yang didirikan oleh kalangan keturunan Arab di Indonesia wabil khusus dari kalangan Ahlul Bait Dzuriyat Rasulullah Saw.
Dengan demikian KH. Ahmad Dahlan tak hanya akrab dengan pemikiran Islam, namun juga dengan pemikiran-pemikiran modern di luar Islam yang dikenalnya dari sosok tokoh-tokoh pergerakan nasional saat itu seperti Dr. Sutomo, Dr. Wahidin Sudirohusodo, HOS. Tjokroaminoto dan yang lainnya. Putera Kauman ini lalu berubah menjadi sosok yang modern, berfikiran maju dan kritis dalam mengahadapi setiap permasalahan. Dan bagi sebagian orang saat itu tindak tanduk dan gaya berfikir KH. Ahmad Dahlan telah keluar dari pakem-pakem kalangan pesantren.
Pergesekan tentunya terjadi, namun
KH. Ahmad Dahlan tentunya melakukan semua itu bukan tanpa tujuan. Semua itu ia
lakukan karena ia ingin belajar dan menyerap ilmu berorganisasi secara modern
yang dimiliki kalangan Indonesia non pesantren saat itu, yaitu kalangan
orang-orang terpelajar pribumi yang telah mendapatkan pendidikan modern ala
Eropa.
Jadi betul sekali kalau KH. Ahmad Dahlan adalah seorang kiyai yang berfikiran modern dan visioner jauh ke depan, namun mereka menyembunyikan beberapa hal penting seputar sejarah berdirinya Muhammadiyah dan figur pendirinya tersebut. KH. Ahmad Dahlan seperti layaknya ulama-ulama pada zamannya berguru kepada banyak ulama dalam hidupnya. Selain kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah beliau juga berguru kepada banyak ulama lainya.
Jadi betul sekali kalau KH. Ahmad Dahlan adalah seorang kiyai yang berfikiran modern dan visioner jauh ke depan, namun mereka menyembunyikan beberapa hal penting seputar sejarah berdirinya Muhammadiyah dan figur pendirinya tersebut. KH. Ahmad Dahlan seperti layaknya ulama-ulama pada zamannya berguru kepada banyak ulama dalam hidupnya. Selain kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah beliau juga berguru kepada banyak ulama lainya.
C. Pemikiran Pembaharuan
Pembaharuan Lewat Politik
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad
Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai
diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin oleh
Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang relatif muda sekitar 28
tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan serupa. Satu tahun kemudian
(1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau
menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan
Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia
Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan
Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH
Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat,
Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah
kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur.
Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam
melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung
dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga
untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya.
Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung
dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat,
sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad
Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi
Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi
Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26
(Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan
Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit dan
panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan
berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi perkembangan
pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif melalui
Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat
Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota. Rupannya dengan
masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin
meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan
perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang
akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan
bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
Pembaharuan Lewat Pendidikan
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam
membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan,
maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional
dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu
ialah sebagai berikut: KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat
Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar
dan berbuat; Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut
kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman
dan Islam;
Usahanya `memberi warna” pada Budi Utomo
yang cenderung kejawen dan sekuler, tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan
munculnya usulan dari para muridnya untuk mendirikan lembaga pendidikan
sendiri, lengkap dengan organisasi pendukung. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari
kelemahan pesantren yang biasanya ikut mati jika kiainya meninggal. Maka pada
18 Nopember 1912 berdirilah sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah.
Sekolah tersebut mengambil tempat di ruang tamu rumahnya sendiri ukuran 2,5 x 6
M di Kauman.
Madrasah tersebut merupakan sekolah
pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi
dengan perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi
(dingklik; kursi berkaki empat dari kayu dengan tempat duduk panjang), dan
sistem pengajaran secara klasikal. Cara belajar seperti itu, merupakan cara
pengajaran yang asing di kalangan masyarakat santri, bahkan tidak jarang
dikatakan sebagai sekolah kafir. Pernah dia kedatangan seorang tamu guru ngaji
dari Magelang yang mengejeknya dengan sebutan kiai kafir, dan kiai palsu karena
mengajar dengan menggunakan alat-alat sekolah milik orang kafir. Kepada guru
ngaji yang mengejeknya itu Dahlan sempat bertanya, “Maaf, Saudara, saya ingin
bertanya dulu. Saudara dari Magelang ke sini tadi berjalankah atau memakai
kereta api?” “Pakai kereta api, kiai,” jawab guru ngaji. “Kalau begitu, nanti
Saudara pulang sebaiknya dengan berjalan kaki saja,” ujar Dahlan. “Mengapa?”
tanya sang tamu keheranan. “Kalau saudara naik kereta api, bukankah itu
perkakasnya orang kafir?” kata Dahlan telak. Di sinilah Ahmad Dahlan menerapkan
Al Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca,
diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Ahmad Dahlan
berfikir dengan pendidikan buta huruf diberantas. Apabila umat Islam tidak lagi
buta huruf, maka mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai
agamanya.
Pembaharuan Pemikiran Budaya
Ketika Grebeg Hari Raya dalam tradisi
Kraton Yogyakarta jatuh sehari sesudah hari raya Islam, Kiai meminta menghadap
Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Tengah malam, diantar Kanjeng Kiai Penghulu,
Dahlan diterima Sang Raja dalam sebuah ruang tanpa lampu. Setelah Dahlan
menyampaikan usul agar Grebeg diundur sehari, Raja bersabda bahwa Grebeg
dilaksanakan sesuai dengan tradisi Jawa, Dahlan dipersilakan menyelenggarakan
shalat Hari Raya sehari lebih dahulu.
Kiai begitu terkejut mendapati ruang
paseban penuh dengan pangeran dan pejabat kerajaan mendampingi Raja saat lampu
ruang paseban dinyalakan. Sang Raja kembali bersabda bahwa pemadaman lampu itu
sengaja dilakukan agar Dahlan tidak merasa kikuk saat menyampaikan usulnya
kepada Raja.
Hubungan harmonis Dahlan dan pusat
kekuasaan Jawa cukup unik dan menarik dikaji ketika kerajaan dipandang sebagai
pusat tradisi Kejawen yang penuh mistik. Kelahiran Muhammadiyah sendiri berkait
dengan kebijakan Hamengku Buwono VII dan VIII. Kepergian Dahlan naik haji dan
bermukim di Mekkah adalah perintah langsung Sri Sultan Hamengko Buwono VII.
Raja memandang penting Raden Ngabei Ngabdul Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan)
belajar Islam dari asal kelahirannya. Sepulang haji, Sri Sultan Hamengku Buwono
VIII memerintahkan Dahlan bergabung dalam Boedi Oetomo. Reformasi Islam pun
mulai berlangsung dari sini.
Konflik keras justru muncul dalam
komunitas Kauman dari ulama senior dan Kiai Dahlan. Disharmoni Muhammadiyah dan
pusat kekuasaan Jawa mulai muncul ketika gerakan ini memperkuat ortodoksi Fikih
sesudah pendirinya wafat tahun 1923. Gerakan pembaruan Islam kemudian
berkembang berhadap-hadapan dengan pusat kekuasaan Jawa.
Suasana sosial politik yang melingkupi
kehidupan Dahlan di atas berbeda dengan pembaru Islam Saudi Arabia, Mesir,
Iran, Afganistan, Aljazair, Pakistan, atau India. Jika para pembaru itu banyak
berhubungan dengan pusat kebudayaan Eropa (Perancis dan Inggris), Kiai
memperoleh pendidikan di lingkungan kerajaan. Interaksinya dengan elite
kerajaan, pejabat kolonial, priayi Jawa, pendeta, dan pastor memberi ruang
lebih luas menjelajahi berbagai persoalan dunia global atau nasional dan lokal.
Pembaharuan Pemikiran Ekonomi
Tulisan pembaharuan pemikiran ekonomi
Ahmad Dahlan, penulis kurang mendapat reverensi buku yang cukup untuk
mengupasnya. Untuk itu penulis mengambil inisiatif mengambil dan menyampaikan kembali
artikel Sutia Budi yang berjudul “Gerakan Ekonomi Muhammadiyah; Sebuah Gugatan”
3 September 2007[13], dengan sentuhan pikiran penulis.
Jiwa ekonomi terlihat dari profil
kehidupan KH. Ahmad Dahlan yang bekerja sebagai pedagang batik (bussinessman) di
samping kegiatan sehari-harinya sebagai guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad
Dahlan sering melakukan perjalan-an ke berbagai kota untuk berdagang. Dalam
perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah Islamiyah.
Kepada para aktivis organisasi dan para
pendukung gerakannya, KH. Ahmad Dahlan berwanti-wanti: “Hidup-hidupilah
Muhammad-iyah, dan jangan hidup dari Muhammadiyah”. Himbauan ini menimbul-kan
konsekuensi tertentu. Menurut Dawam Raharjo mengatakan, konsekuensi yang lain
adalah bahwa untuk memperjuangkan kepentingan ekonominya, mereka harus
memajukan usahanya agar bisa membayar zakat, shadaqah, infaq atau memberi
wakaf, warga Muhammadiyah harus menengok ke organisasi lain. Pada waktu itu,
yang bergerak di bidang sosial-ekonomi adalah Sarekat Dagang Islam (SDI),
kemudian bernama Sarekat Islam (SI) itu. Itulah sebabnya warga Muhammadiyah
sering berganda keanggotaan, Muhammadiyah dan Sarekat Islam.
Pada tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan ekonomi rakyat, salah
satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga kerja pada tahun 1930.
Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah Muhammadiyah
di setiap cabang dan terbentuknya dana dakwah. Program-program ekonomi yang
dirancang ternyata menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis Ekonomi
Muhammadiyah.
Namun, sebagaimana diungkap Mu’arif
(2005:223), dalam persoalan ekonomi ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami
posisi dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika hendak membangun
perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan pada profesionalisme. Adapun
untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu biasanya menggunakan cara yang
mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan
visi kerakyatan yang pada awal berdirinya persyari-katan menjadi agenda utama.
Pembaharuan Bidang Sosial
Praktek amal nyata yang fenomenal ketika
menerapkan apa yang tersebut dalam surah Al Maun yang secara tegas memberi
peringatan kepada kaum muslimin agar mereka menyayangi anak-anak yatim dan
membantu fakir miskin. Aplikasi surah al Ma’un ini adalah terealisirnya
rumah-rumah yatim dan menampung orang-orang miskin.
Ketika menerapkan Al Qur’an surah 26
ayat 80, yang menyatakan bahwa Allah menyembuhkan sakit seseorang, maka
didirikannya balai kesehatan masyarakat atau rumah sakit-rumah sakit. Lembaga
ini didirikan, selain untuk memberi perawatan pada masyarakat umum, bahkan yang
miskin digratiskan, juga memberi penyuluhan, betapa pentingnya arti sehat.
D. Pendekatan kultural
Setiap organisasi tentunya mempunyai
visi misi yang akan dijalankannya. Begitu pula Muhammadiyah, sebagai sebuah
organisasi yang beridentitaskan gerakan Islam, gerakan Amar Ma'ruf Nahi
Mungkar, Dan Gerakan Tajdid maka sudah selayaknya Muhammadiyah mencanangkan
sebuah upaya untuk kemajuan ummat Islam. Upaya tersebut Yang dikenal Dalam
masyarakat Muhammadiyah disebut dengan "Dakwah kultural". Dakwah kultural adalah dengan gerakan dakwah pendekatan Budaya. Mungkin hal baru bagi kita mendengar konsep dakwah kultural ini bagi TAPI
Muhammadiyah dakwah kultural merupakan salah Satu strategi untuk dakwah
memperluas jaringan Dan melebarkan gerakan.
Dakwah Islam sebagai perwujudan ihtiar
menyebarluaskan Dan menanamkan ajaran Islam Dalam kehidupan manusia UMAT
senantiasa memerlukan dinamisasi terus, terutama Dalam menghadapi berbagai
corak kebudayaan masyarakat dan perkembangan zaman. Dengan dinamisasi
tersebut dakwah Islam diharapkan Semakin meluas sehingga ajaran Islam menjadi
rahmatan lil'alamin. Dakwah kultural mencoba memahami potensi Dan kecenderungan manusia sebagai
mahluk Budaya berarti memahami ide-ide, adat istiadat, kebiasaan, Nilai-Nilai
norma, Sistem aktivitas, simbol Dan hal -hal fisik yang memiliki makna tertentu
dan hidup subur dalam keidupan masyarakat.Pemahaman tersebut dibingkai oleh
pandangan sistem nilai ajaran islam yang membawa pesan rahmatan lil'alamin. Dengan demikian dakwah kultural menekankan pada dinamisasi dakwah, selain
pada purifikasi (suara muhammadiyah: 26).
Dimanisasi berarti mencoba untuk
mengapresiasi (menghargai) potensi dan kecenderungan manusia sebagai maghluk
budaya dalam arti luas, sekaligus melakukan usaha-usaha agar budaya tersebut
membawa pada kemajuan dan pencerahan hidup manusia. Sedangkan prifikasi
mencoba untuk menghindari pelestarian Budaya Yang-nyata nyata dari SEGI ajaran
Islam bersifat syirik, tahayul, bidah, Dan khurafat. Dakwah kultural Bukan
berarti melestarikan atau membenarkan hal hal-Yang bersifat syirik, bidah,
tahayul, Dan khurafat, tetapi Cara memahami Dan menyikapinya dengan menggunakan
kacamata atau pendekatan dakwah.
Pendekatan Dakwah kultural pastinya tidak Lepas dari peranan kearifan local
ataupun local wisdom Yang menjadi REALITAS kebudayaan Dalam masyarakat
Indonesia. Apalagi di Indonesia dengan keberagaman suku, bangsa, adat-istiadatnya
menjadi dinamisasi perkembangan dakwah islam yang bercorak dan harus menyentuh
pada ranah karakteristik masyarakat itu sendiri. Konsep tersebut
pastinya telah dilakukan dan dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan Sang
pendiri Muhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan tela melakukan dakwah dengan pendekatan kearifan local budaya
masyarakat jawa dengan semangat teologi al-Maun beliau berhasil memadukan jalur
dakwah degan keyakinan religius dengan keyakinan politis, dimana keyakinan
religius adalah suatu keyakinan pada otoritas masa lalu. Sedangkan keyakinan
politik Yang tampil menandinginya adalah untuk suatu keyakinan Pada masa
otoritas DePan. Hasil dari keyakinan inilah KH. Ahmad Dahlan mampu memberikan wajah baru
dalam gerakan umat modern yang mampu menerapkan aspek-aspek vertical dan
horizontal. Tidak terjebak dalam rutinitas sebatas agama tapi juga mampu keluar
mengembangkan pada perkemgbangan umat
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Segalah tindak perbuatan,
langkah dan usaha yang ditempuh Kiai Ahmad Dahlan dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu
adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang
lebih tinggi.
Bagi Kiai
Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai
dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional.
Mungkin
Ahmad Dahlan merupakan satu-satunya kiai yang mengembangkan ajaran islam
melalui organisasi.
Dia
juga telah banyak melakukan pembaharuan melalui politik, pendidikan, pemikiran
budaya dan ekonomi serta lain sebagainya.
Daftar Pustaka
Biogrfi.(2011).Biogragi KH. Ahmad Dahlan-Pendiri
Muhammadiyah.Diperoleh tanggal 04 oktober 2013 , Dari
Supardi.(2012).Pokok-pokok Pemikiran KH.Ahmad
Dahlan. Diperoleh tanggal 04 oktober 2013, Dari
Haqiqi. A.,(2011).PKM III. Diperoleh tanggal 04
oktober 2013, Dari
Aswaja. A.,(2013).KH.Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah
nya. Diperoleh tanggal 04 Oktober 2013, Dari
Tidak ada komentar